Catatan editor

Halo! Kembali lagi dengan saya, Fidelis, editor lingkungan hidup untuk ‘Sepekan Lingkungan’.

Sepanjang minggu lalu, saya kesulitan untuk keluar rumah karena hujan deras berhari-hari membuat akses jalan ‘ke peradaban’ tertutup air. Singkatnya, banjir.

Bertahun-tahun mobilitas saya cukup tinggi sehingga harus ‘mendekam’ di rumah karena air di mana-mana agak aneh. Baru tahun ini rasanya kagok menghadapi hujan terus-menerus setiap hari.

Bahkan, ada yang merasakan trauma.

Awal tahun 2010an, perubahan iklim biasanya sekadar mampir di media karena pemanasan global adalah “masalah beruang kutub dan mencairnya es di kutub”.

Atau, hanya masalah aktivis lingkungan dan para peneliti. Istilah ilmiah yang njelimet memang tidak membuat isu perubahan iklim menjadi ‘seksi’ dalam pemberitaan.

Perlu ada kreativitas dalam komunikasi sains untuk publik tentang perubahan iklim (yang kini menjadi krisis iklim), tapi hal ini seharusnya tidak menyangkal bahwa semua kehidupan di planet Bumi saling berhubungan.

Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa dampak es mencair di kutub Arktik meluas hingga ke ekuator, di mana Indonesia menjadi salah satu negara yang dilewati oleh garis Khatulistiwa.

Kalau ingin lebih “Indonesia”, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sejak awal tahun ini, sudah menegaskan bahwa nyata adanya perubahan iklim yang dipicu oleh kegiatan manusia memperparah kejadian banjir baru-baru ini.

Jadi, sebenarnya tidak perlu tunjuk jari siapa yang salah karena yang bikin onar sama-sama satu spesies: manusia.

Sehingga, manusia juga yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk bisa keluar dari krisis iklim. Tidak semua harus menjadi aktivis lingkungan atau hapal dengan semua istilah ilmiah. Meski, tidak ada ruginya.

Ada berbagai cara untuk bisa berkontribusi menyelamatkan manusia dari krisis iklim. Tapi, ini disimpan dulu untuk nawala edisi berikutnya!

Sebagai penutup, saya sudah siap sedia payung karena prediksi BMKG, hujan deras masih akan terjadi hingga Maret 2020.

Selamat beraktivitas!

Salam, Fidelis

Forward to a friend

Fidelis Eka Satriastanti

Editor Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup