Catatan editor

Jika Anda belum berlangganan newsletter mingguan The Conversation Indonesia, silakan klik tautan ini untuk berlangganan.

______________________________________________________________________________________ 

Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Kamis mengundang sejumlah aktivis, budayawan, dan agamawan ke istana untuk membahas demonstrasi mahasiswa yang menuntut sejumlah hal termasuk penghentian upaya pelemahan demokrasi melalui berbagai rancangan perundang-undangan, penghentian kekerasan militer di Papua, dan mempidanakan perusahaan yang membakar lahan dan hutan.

Dalam pertemuan tersebut Jokowi meminta para tokoh nasional untuk tidak meragukan komitmennya terhadap demokrasi. 

Namun, situasi yang terjadi di bawah pengawasannya sebagai kepala negara belum menunjukkan komitmen tersebut secara nyata. Berbagai media melaporkan bahwa dalam merespons gerakan mahasiswa terbesar sejak 1998, polisi melempar gas air mata kadaluarsa yang berbahaya ke demonstran, memukuli, bahkan menabrak demonstran. Mereka menghalangi jurnalis melakukan reportase, mulai dari menghalangi akses untuk meliput hingga menetapkan seorang jurnalis yang melaporkan pada publik situasi di Papua sebagai tersangka pelaku kriminal. Di atas semua itu, respons pemerintah terhadap demonstrasi di Papua lebih buruk. Laporan media menyebutkan polisi diduga menembak pelajar Papua yang berdemonstrasi di Wamena.

Pada 2014, sesudah Jokowi memenangkan pemilihan presiden pertama kali, The Conversation mengundang pakar ilmu politik Ariel Heryanto untuk menganalisa kemenangan luar biasa Jokowi yang berasal dari luar lingkaran elite politik lama. Ia menulis bahwa massa demokratis Indonesialah yang membawa kemenangan bagi Jokowi. Dia menang karena dukungan spontan rakyat biasa.

Minggu ini, sebulan menjelang pelantikan periode kedua kepresidenan Jokowi, peliputan kami jauh berbeda.

Tidak mengherankan jika masyarakat merasakan kemarahan kolektif. Sejauh Jokowi belum menunjukkan tindakan nyata yang membuat masyarakat tidak meragukan komitmennya terhadap demokrasi, besar kemungkinan kemarahan ini akan terus menyala, bahkan mungkin semakin membara.

 

Prodita Sabarini

Editor Eksekutif

#ReformasiDikorupsi

Catatan aktivis ‘98 untuk demo mahasiswa 2019: lanjutkan perjuangan!

Amalinda Savirani, Universitas Gadjah Mada

Bravo mahasiswa 2019!

“Kita tidak bisa diam!”: meski ditekan, akademisi dukung gerakan mahasiswa

Luthfi T. Dzulfikar, The Conversation

Akademisi harus turut mengambil peran untuk memihak kepentingan publik, serta menjadi panutan bagi mahasiswanya dalam mendorong partisipasi politik.

‘Demonstran tidak tahu isu’: apa yang sebenarnya mendorong individu berpartisipasi dalam unjuk rasa?

Susilo Wibisono, The University of Queensland

Apa yang sebenarnya mendorong individu untuk bergabung dalam sebuah tindakan kolektif seperti aksi unjuk rasa?

Revisi UU KPK saat ini salah arah. Ini 3 hal yang harusnya direvisi

Zuhairan Yunmi Yunan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

UU KPK memang perlu mendapat perhatian serius demi pemberantasan korupsi yang lebih baik, tapi perubahan yang dilakukan saat ini tidak tepat.

Politik + Masyarakat

Lingkungan Hidup

Kesehatan

Pendidikan

Sains + Teknologi

In English