Sejak reformasi, semakin banyak orang Indonesia yang menganggap agama penting. Di tengah situasi ini orang Indonesia yang sekuler—terutama yang ateis—hidup di bawah bayang-bayang stigma yang merupakan warisan era Perang Dingin dan gerakan anti-komunisme. Mereka dituduh anti-agama dan mengganggu harmoni masyarakat. Timo Duille dari University of Bonn mewawancarai banyak orang sekuler dan ateis di Indonesia dan ia menemukan banyak orang sekuler yang beriman dan ateis yang tidak anti-agama.
Tapi akibat bayang-bayang stigma itu, banyak di antara mereka yang menjalankan dua identitas, terutama di dunia maya.
Badai Irma menerjang Karibia dan perhatian media internasional tertuju ke sana. Bagaimana seharusnya media meliput korban bencana?
|
Orang sekuler di Indonesia mendapat stigma yang tidak sesuai kenyataan. Sekularisme bukan identitas anti agama.
Shutterstock
Timo Duile, University of Bonn
Stigma dilekatkan pada kaum sekuler, termasuk ateis, di Indonesia. Pada kenyataannya kebanyakan kaum sekuler adalah kaum beriman. Ateis ada tapi tidak semua anti agama.
|
Politik + Masyarakat
|
-
Gemma Sou, University of Manchester
Media jangan hanya fokus pada upaya jangka pendek, tapi juga pemulihan jangka panjang.
|
|
In English
|
-
Timo Duile, University of Bonn
Secular people, including atheists, in Indonesia have to assume multiple identities: they step into a religious persona for the religious family and friends, and a real one for trusted peers.
-
Gemma Sou, University of Manchester
Four ways coverage of disasters can improve.
|
|