Minggu malam 17 September 2017, kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dikepung massa yang terpengaruh berita palsu mengenai tema acara Asik-Asik Aksi: Indonesia Darurat Demokrasi. Tiga akademisi memberikan tanggapan. Herlambang P Wiratraman menulis intimidasi dan serangan terhadap diskusi publik sejalan dengan tren di Indonesia tiga tahun terakhir. Miko Susanto Ginting memberikan laporan pandangan mata saat-saat pengepungan. Dan Najib Asca menulis mobilisasi massa diduga merupakan kelanjutan dari repertoar Aksi Bela Islam.
Ada orkestra bermutu di Jakarta yang bisa ditonton secara gratis. Malam ini Jakarta City Philharmonic orkestra akan mempersembahkan tema “Perancis & Prix de Rome” yang akan menampilkan komposisi untuk pianis bertangan satu di Gedung Kesenian Jakarta. JCP sejak November 2016 tidak hanya menampilkan kesenian bernas, tetapi juga perayaan atas perbedaan. Itu sebabnya akan ada musik dangdut yang dimainkan oleh orkestra untuk Edisi 7 malam ini. Aditya Pradana Setiadi dari Universitas Indonesia menuliskan mengapa kritik sosial melalui musik penting.
|
Pengepungan kantor LBH Jakarta merupakan persoalan yang sangat serius terkait dengan pelanggaran atas hak atas kebebasan berkumpul, mengemukakan pendapat dan berekspresi.
www.shutterstock.com
Miko Susanto Ginting, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK); Herlambang P Wiratraman, Universitas Airlangga; Najib Azca, Universitas Gadjah Mada
Kami menghubungi beberapa akademisi untuk memberikan analisis mengenai pengepungan terhadap LBH Jakarta, Minggu 17 September 2017.
|
Pendidikan
|
-
Inaya Rakhmani, Universitas Indonesia
Peneliti sosial Indonesia tertinggal dalam hal riset yang bisa membantu menjelaskan gejala di masyarakat. Peneliti yang berhadapan dengan mekanisme pasar menjadi salah satu penyebab.
|
|
Seni + Budaya
|
-
Aditya Pradana Setiadi, Universitas Indonesia
Jakarta City Philharmonic merayakan perbedaan, sang Liyan, dengan orkestra bernas yang bisa ditonton secara gratis.
|
|
In English
|
-
Inaya Rakhmani, Universitas Indonesia
Indonesia should cultivate a culture of peer-review to support academics produce basic social research, essential in creating good policies in the world's fourth most populous country.
|
|