Catatan editor

Halo! Jumpa lagi bersama saya Fidelis, editor lingkungan hidup. Terima kasih sekali bagi yang sudah berlangganan nawala ‘Sepekan Lingkungan’. Bagi yang pertama kali berlangganan, selamat datang!

Kembalinya pasar karbon
Para pengambil keputusan, aktivis, dan penggiat perubahan iklim sudah berkumpul tanggal 2 Desember lalu, di Madrid, Spanyol, untuk Konferensi PBB untuk perubahan iklim (UNFCCC).

Konferensi ke-25 ini berupaya untuk menghasilkan keputusan yang mencegah pemanasan Bumi mencapai di atas suhu 1,5 derajat Celsius.

Kali ini, yang menjadi perhatian adalah kembalinya pasar karbon atau perdagangan karbon ke meja perundingan.

Mekanisme pasar karbon dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca sudah dibicarakan tahun lalu di COP24 di Katowice, Polandia, sayangnya tanpa hasil yang berarti.

Di bawah Artikel 6 Perjanjian Paris, mekanisme perdagangan global memungkinkan bagi negara-negara yang sudah berkomitmen menurunkan emisi.

Contohnya, Indonesia yang sudah menyatakan komitmen, atau disebut dengan Nationally Determined Contribution (NDC), sebesar 29% dan 41% (dengan bantuan internasional) pada tahun 2030.

Bagi para advokat perdagangan karbon, mekanisme ini akan menguntungkan negara-negara dalam menurunkan emisi. Sebaliknya, aktivis mengkhawatirkan bahwa pembicaraan tentang mekanisme pasar hanya akan mengalihkan perhatian dari aksi penurunan emisi.

Kegagalan mekanisme perdagangan karbon secara global karena masih rendahnya harga karbon, juga munculnya cowboy carbon yang mengiming-iming ‘balik modal’ dengan menjual karbon kredit kepada masyarakat yang belum paham inti dari pasar tersebut.

Pembahasan pendanaan penting. Pendanaan untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tidak murah. Dan, memformulasikan suatu struktur finansial secara global bukan hal yang mudah dan cepat dicapai.

Sementara, Bumi sudah dalam kondisi krisis iklim.

Mempunyai pasar karbon, bisa jadi menguntungkan atau merugikan, namun yang seharusnya menjadi tujuan utama adalah memberikan perlindungan kepada mereka yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Semoga saja dua minggu perundingan memberikan hasil yang bisa memberikan harapan bagi manusia.

Sampai jumpa pekan depan.

 


 

Jika Anda menerima email ini dari teman/rekan dan berminat mendapatkannya secara reguler, silakan daftar di sini: https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66
 

Fidelis Eka Satriastanti

Editor Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup