Inilah riset terbesar bidang medis di Indonesia karena meneliti 333 penyakit dengan banyak data yang membentang sejak 1990 sampai 2016.

Ada kabar baik sekaligus kabar buruk. Dalam seperempat abad terakhir beban penyakit menular seperti tuberkulosis dan diare di Indonesia menurun, sementara usia harapan hidup naik sekitar 8 tahun menjadi 71 tahun. Tuberkulosis yang pada 1990 menjadi penyebab utama kematian nomor 3 dari 10 penyebab, kini menjadi nomor 4. Sebaliknya, penyakit tidak menular seperti diabetes kini menjadi penyebab nomor 3, naik sekitar lima kali lipat dibanding pada 1990 yang menempati urutan ke-17. Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian. Penyakit tidak menular, akibat pola konsumsi dan gaya hidup tidak sehat, menjadi beban besar di masa depan.

Soewarta Kosen, Nasfiah Mboi, dan koleganya dari  Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) University of Washington, Kementerian Kesehatan, Universitas Indonesia, dan lembaga lain di Indonesia, yang terlibat dalam riset ini, menyatakan pengetahuan mengenai pola sakit dan kematian sangat penting untuk mengalokasikan secara optimal sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah beban penyakit terus meningkat.  Apalagi Indonesia sedang menargetkan tercapainya Pelayanan Kesehatan Semesta pada 2019. Kebijakan kesehatan berbasis hasil riset yang kuat menjadi penting untuk memastikan bahwa sumber daya dialokasikan pada sasaran yang tepat.

Di literatur medis dunia, koro atau sindrom penis mengecil masih dianggap sebagai sebuah delusi yang spesifik untuk budaya tertentu. Di Indonesia, sindrom ini dilaporkan terjadi di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. David Peter Mitchell dari Monash University menulis ada teori lain dari sindrom ini. Teori ini menjelaskan bahwa koro merupakan efek serangan panik yang ekstrem dan bukannya delusi. Dukun-dukun tradisional di Indonesia membantu pasiennya mengatasi serangan panik tersebut.