Catatan editor

Menjelang pemilihan umum, polarisasi dalam masyarakat cenderung meningkat. Melihat adanya diskriminasi politik terhadap warga non-Muslim, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU) baru-baru ini mengeluarkan rekomendasi untuk tidak menggunakan kata kafir.

Achmad Munjid dari Universitas Gadjah Mada setuju dengan langkah NU. Ia berargumen bahwa tidak mengunakan kata kafir adalah bagian dari upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi semua warga negara.

Para calon wakil presiden–Ma'ruf Amin, pasangan petahana Joko Widodo, dan Sandiaga Uno, pasangan kandidat Prabowo Subianto–beradu dalam debat calon wakil presiden tadi malam. Isu pendidikan merupakan salah satu yang dibahas dalam perdebatan.

Terkait isu pendidikan, Astadi Pangarso, dosen di Universitas Telkom dan kandidat doktor dari Universitas Brawijaya mengungkap bahwa Indonesia perlu memikirkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi swasta (PTS). Sebagian besar dari mahasiswa Indonesia kuliah di perguruan tinggi swasta, namun kualitasnya masih di bawah perguruan tinggi negeri.

Prodita Sabarini

Editor Eksekutif

Artikel teratas

Kampus swasta bersaing dengan universitas negeri memperebutkan mahasiswa baru dan sumber daya. William Potter/Shuttestock

Bagaimana meningkatkan kualitas universitas swasta, tempat mayoritas mahasiswa Indonesia kuliah

Astadi Pangarso, University of Brawijaya

Rata-rata biaya kuliah PTS sampai lulus di Indonesia dua kali lipat lebih mahal dibandingkan biaya kuliah di PTS Malaysia.

Secara teologis, konsep kafir memang tetap diperlukan, tetapi tidak dalam kehidupan berbangsa. www.shutterstock.com

Demi Indonesia yang damai, kata kafir memang sebaiknya dihapus

Achmad Munjid, Universitas Gadjah Mada

Tidak menggunakan kata kafir dalam kehidupan berbangsa merupakan upaya demi mewujudkan kesetaraan dan keadilan tiap warga negara.

Politik + Masyarakat

Lingkungan Hidup

Kesehatan

Kota

Sains + Teknologi

Bisnis + Ekonomi

In English