Catatan editor

Karena riset begitu penting untuk pembangunan bangsa, banyak pemerintah–termasuk Indonesia–mencoba menciptakan sistem pengukuran kinerja riset nasional, untuk membantu menentukan siapa yang berhak mendapatkan pendanaan riset.

Indonesia meluncurkan pangkalan data SINTA (Science and Technology Index) untuk tujuan tersebut pada 2017. Namun, anggota Tim Sains Terbuka, Juneman Abraham, Dasapta Erwin Irawan, dan Surya Dalimunte menulis ada kelemahan dalam sistem bibliometrik SINTA yang berisiko mendorong peneliti Indonesia untuk melanggar etika. Mereka menyerukan perbaikan untuk mencegah korupsi akademik menjangkiti ekosistem riset Indonesia. 

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mendorong akademisi Indonesia untuk menulis di jurnal akademik internasional dengan mengharuskan adanya publikasi ilmiah untuk mendapatkan tunjangan profesi dan tunjangan guru besar. Dian Fiantis dari Universitas Andalah berpengalaman sebagai penelaah sejawat kelayakan proposal penelitian. Ia menyebutkan ada beberapa kendala bagi peneliti Indonesia untuk tembus di jurnal ilmiah internasional.

Prodita Sabarini

Editor

Artikel teratas

Peneliti Indonesia menghadapi dilema. www.shutterstock.com

Apa kendala peneliti Indonesia menulis di jurnal internasional?

Dian Fiantis, Universitas Andalas; Budiman Minasny, University of Sydney

Mengapa menulis di jurnal internasional membuat banyak dosen gamang? Dan apakah publikasi merupakan ukuran yang baik untuk mengukur kinerja peneliti?

Ketika indikator kuantitatif dijadikan dasar pengambilan keputusan, indikator tersebut rentan dimanipulasi. OpturaDesign/Shutterstok

Jalan evolusi bibliometrik Indonesia

Juneman Abraham, Himpunan Psikologi Indonesia; Dasapta Erwin Irawan, Institut Teknologi Bandung; Surya Dalimunthe, Universitas Islam Sumatera Utara

Yang dibutuhkan dunia riset Indonesia adalah pluralisme dalam bibliometrik yang mampu mengukur masukan, proses, luaran, dan dampak riset.

Politik + Masyarakat

Sains + Teknologi

Kesehatan

Seni + Budaya

In English