Catatan editor

Serangan rudal Amerika Serikat dan sekutunya baru-baru ini ke Suriah meningkatkan ketegangan dunia. Rusia, yang mendukung pemerintahan Bashar Al-Assad mewanti-wanti kekacauan dunia akan terjadi jika AS meneruskan serangannya.

AS memimpin intervensi militer tersebut menyusul dugaan penggunaan senjata kimia yang mengorbankan warga sipil, kebanyakan perempuan dan anak-anak. Sekelompok ahli hubungan internasional menjelaskan bahwa sulit memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya dalam perang yang telah berlangsung selama tujuh tahun yang telah membunuh setidaknya 500.000 orang dan memaksa 11 juta orang mengungsi. Ada banyak pihak dan kepentingan bermain dalam perang Suriah.

Secara global sekitar 65 juta orang terpaksa tercerabut dari tempat mereka tinggal. Sekitar 22,5 juta dari jumlah tersebut adalah pengungsi. Konflik di Timur Tengah dan wilayah lain di dunia menyebabkan krisis pengungsi global.

Indonesia terimbas masalah ini sebagai negara transit bagi pencari suaka dan pengungsi yang menunggu penempatan ke negara ketiga. Ketika negara-negara penandatangan Konvensi Genewa seperti Australia dan AS membatasi jumlah pengungsi yang mereka terima, para pengungsi yang menunggu di Indonesia menghadapi ketidakpastian. Indonesia bukan penandatangan Konvensi Genewa. Akibatnya, para pengungsi tersebut secara fisik ada di Indonesia, tapi secara politis dan hukum tak diakui keberadaannya.

Ini mencederai jiwa para pengungsi di Indonesia hingga mendorong beberapa untuk mengakhiri nyawa mereka sendiri. Anbar Jayadi dari Universitas Indonesia menulis pemerintah Indonesia perlu bertindak mengatasi persoalan pengungsi yang semakin pelik di Indonesia.

Prodita Sabarini

Editor

Artikel teratas

Setelah berhasil melarikan diri dari kekerasan luar biasa di negara asal mereka, banyak pengungsi perempuan dari Somalia menjadi tunawisma dan menderita kemiskinan di Indonesia. AAP/Aaron Bunch

Merasa terasing, pengungsi di Indonesia rentan bunuh diri

Anbar Jayadi, Universitas Indonesia

Semakin banyak negara dunia membatasi penerimaan pengungsi. Sementara di Indonesia, pencari suaka dan pengungsi yang menunggu di Indonesia banyak yang tak memiliki tempat bernaung dan depresi.

Politik + Masyarakat

Orang berjalan di antara kehancuran di kota Zamalka yang baru saja direbut, Ghouta Timur, di Damaskus, Suriah, 11 April 2018. EPA/Youseff Badawi

Konflik Suriah: siapa yang terlibat dan apa kepentingan mereka?

Scott Lucas, University of Birmingham; Alpaslan Ozerdem, Coventry University; Balsam Mustafa, University of Birmingham; Beverley Milton-Edwards, Queen's University Belfast; Cengiz Gunes, The Open University; Edward Wastnidge, The Open University; Moritz Pieper, University of Salford; Natasha Ezrow, University of Essex; Simon J Smith, Staffordshire University

Konflik Suriah adalah perang banyak pihak. Berikut ini kepentingan para pemain kunci.

Artikel menarik lainnya

Sejarah persekusi Rohingya di Myanmar

Engy Abdelkader, Rutgers University

Persekusi Rohingya dimulai pada 1948, tahun Myanmar merdeka dari penjajahan Inggris.

Lewat propaganda berisi fantasi ISIS merekrut anggota

Wendy Andhika Prajuli, Bina Nusantara University

ISIS telah kehilangan sebagian besar wilayahnya, tapi penting menyadari bahwa ISIS bisa menggunakan internet dan media sosial untuk merekrut anggota dan menyebar propaganda.

In English

 

Acara-acara yang ditampilkan

History of Medicine in South East Asia (HOMSEA) Conference

11 Jalan Medan Merdeka Selatan, 17-18 Floor, Jakarta Pusat, Jakarta Raya, 10110, Indonesia — Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

Lebih banyak acara