Salam jumpa kembali di Catatan Mingguan, sebuah catatan perkembangan sosial dan politik dari redaksi The Conversation Indonesia (TCID) sepekan terakhir.

Berikut hal-hal penting yang kami catat dari pekan lalu.

Pada Selasa, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Beberapa pakar hukum dan kelompok masyarakat sipil mengecam proses pembahasan revisi UU yang berlangsung cepat dan tertutup, serta tidak menyentuh kebutuhan MK.

Revisi UU MK dilakukan menyangkut usia minimal dan usia pensiun hakim konstitusi, perpanjangan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK, perubahan unsur Majelis Kehormatan MK, dan perpanjangan masa jabatan bagi hakim MK yang saat ini menjabat hingga usia pensiun 70 tahun dan masa tugas hingga 15 tahun.

Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan tidak ada urgensi dalam revisi tersebut. Ia menyebut ada beberapa hal yang lebih penting untuk direvisi dari UU MK, misalnya soal kode etik hakim dan manajemen perkara.

Sebelumnya, TCID telah menerbitkan tulisan soal perlunya penguatan putusan MK karena banyak yang tidak dipatuhi dan perlunya MK mengadopsi mekanisme pengaduan konstitusional demi perlindungan hak warga negara yang lebih baik.

Pada Jumat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memulai masa pendaftaran untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 walau wabah COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

Berbagai pihak telahnya menyarankan untuk menunda, bahkan meniadakan Pilkada 2020. Salah satu penulis kami telah memaparkan pilihan-pilihan yang bisa dilakukan.

Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan pada 9 Desember di 270 daerah, yaitu 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Sejauh ini setidaknya pemilihan kepala daerah di 34 daerah berpotensi besar diikuti calon tunggal.

Bagaimana mekanisme Pilkada dengan calon tunggal? Simak artikel TCID ini.

Demikian catatan edisi ini. Pekan depan kita berjumpa lagi.

Tetap jaga kesehatan; tetap jaga kewarasan.