The Conversation

Halo-halo, sobat TCID!

Perum Percetakan Uang Republik Indonesia, produsen materai digital pelat merah, beberapa hari belakangan menjadi bulan-bulanan netizen karena dianggap tak becus menyelesaikan masalah pendaftaran calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2024. Banyak pendaftar yang kadung membeli materai berkali-kali tapi tak bisa dipakai untuk mensahihkan berkas.

Masalah tersebut bahkan terjadi berhari-hari. Hingga akhirnya, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mau tak mau memerpanjang pendaftaran CPNS. Menteri PAN RB juga pasrah. Ia membolehkan pelamar menggunakan materai kertas.

Pendaftaran CPNS bermasalah karena sistem digital bukan cuma kali ini terjadi. Tahun lalu, banyak pendaftar yang komplain karena, pada hari pertama dan terakhir pendaftaran, situs sscasn.bkn.go.id justru down alias tidak bisa diakses.

Pelamar CPNS memang banyak. Jumlahnya bisa mencapai jutaan pendaftar. Pada H-1 penutupan pendaftaran saja, sudah ada 3,2 juta pelamar. Jumlah itu naik sekitar 700 ribu pelamar dari CPNS tahun sebelumnya.

Namun, banyaknya pendaftar tidak bisa menjadi dalih pembiasaan masalah berulang sistem CPNS daring. Pemerintah harusnya bisa mengurus segala tetek-bengek pendaftaran jauh-jauh hari. Pun, pengujian kecocokan sistem materai dengan sistem seleksi bukanlah urusan yang ribet.

Pada akhirnya, masalah seleksi CPNS daring berulang ini layak membikin kita berpikir ulang apakah Indonesia layak mencapai revolusi digital 4.0 yang didambakan sejak beberapa tahun silam.

Robby Irfany Maqoma

Environment Editor

Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Maulana Putra/Antara Foto

Watak Orde Baru dalam birokrasi yang memicu pengunduran diri CPNS

Kanti Pertiwi, Universitas Indonesia

Birokrasi Indonesia yang berwatak Orde Baru membuat banyak CPNS tidak betah. Birokrasi membingkai eksploitasi dengan "pengabdian" sehingga membiarkan terjadinya ketidakadilan dan ketimpangan upah. Pekerja muda pun 'melawan' birokrasi dengan mundur karena tidak sesuai dengan keinginan mereka.

Kesetaraan pendidikan bagi penyandang disabilitas. Hasrul Said/Antara Foto

Rekrutmen CPNS belum inklusif kepada difabel, apa yang harus dibenahi?

Mahalli, Universitas Brawijaya; Alies Poetri Lintangsari, Universitas Brawijaya; Unita Werdi Rahajeng, Universitas Brawijaya

Ada tiga hal yang membuktikan proses rekrutmen CPNS belum ramah dan cenderung mempersulit para penyandang difabel. Pertama adalah persyaratan untuk menyertakan video untuk membuktikan kondisinya. Kedua adalah syarat mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (tech-savvy) untuk menunjang pekerjaan yang tidak dikenakan bagi difabel. Terakhir adalah abainya panitia rekrutmen CPNS pada aksesibilitas dan akomodasi pelamar difabel.

(Tim Pusat Pusat Penelitian Karir - Universias Andalas)

Data Bicara: Lebih dari 55% calon pekerja Generasi Z ingin menjadi PNS atau pegawai BUMN

Luthfi T. Dzulfikar, The Conversation

Di tengah budaya kerja yang kaku dan ketidakadilan upah, banyak yang menganggap Gen Z semakin tidak berminat mengejar karir sebagai aparatur negara. Ternyata, riset justru menunjukkan tren sebaliknya. Dua kategori paling favorit Gen Z justru adalah PNS dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Temuan ini semestinya menjadi panggilan bagi instansi pemerintah dan BUMN untuk segera berbenah dan lebih baik dalam mengakomodasi preferensi calon pekerja Gen Z di tempat kerja.

Politik + Masyarakat

Sains + Teknologi

Kesehatan

Pendidikan + Budaya

  • Bagaimana mencegah kekerasan verbal di ruang digital

    Arif Perdana, Monash University

    Mengatasi kekerasan verbal ‘online’ membutuhkan pendekatan multidimensi yang melibatkan berbagai pihak, dari individu hingga pembuat kebijakan.

  • Pembangunan IKN tak semestinya abaikan modal pendidikan manusia

    Alexander Michael Tjahjadi, Think Policy

    Salah satu fokus pemerintah dalam cetak biru Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah pembangunan infrastruktur. Pembangunan ini memiliki lima tahap, mulai dari pemindahan tahap awal, pembangunan pusat inti kota…

  • KDRT makin marak, kualitas keluarga terancam rusak

    Resti Pujihasvuty, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Sri Lilestina Nasution

    Maraknya kasus KDRT menunjukkan terkoyaknya ketahanan keluarga serta rusaknya kualitas keluarga di Indonesia. Solusinya membutuhkan komunikasi dan interaksi yang baik.

Lingkungan