The Conversation

Halo, pembaca! Semoga selalu dalam keadaan sehat.

Kembali lagi dalam Nawala TCID. Hari ini, saya Robby Irfany Maqoma – Editor Lingkungan The Conversation Indonesia, akan berbagi sorotan kabar serta analisis teranyar seputar isu lingkungan di Indonesia dan mancanegara.

Sebelumnya, bantu kami kenali karakter pembaca The Conversation di Indonesia

Pembaca, The Conversation sudah terbit dengan berbagai edisi di sejumlah negara. Kami bermitra dengan para akademikus dan lembaga penelitian untuk memperluas hasil penelitian dan analisis kredibel seputar isu-isu terkini.

Kami meminta waktunya untuk mengisi survei pembaca The Conversation Indonesia. Dengan mengetahui demografi pembaca terkini, kami harap bisa lebih meningkatkan kualitas artikel-artikel yang ada di The Conversation Indonesia sehingga dapat dikonsumsi serta berdampak bagi kalangan yang lebih luas lagi.

Survei dapat diisi (maupun disebarluaskan) di tautan ini.

Terima kasih!

COP27: Menuntut negara kaya ganti rugi kerusakan iklim

Konferensi iklim PBB ke-27 (COP27) di kawasan pariwisata Sharm el-Sheikh, Mesir, yang dimulai Ahad lalu hingga 18 November mendatang bakal menyorot isu kerugian dan kerusakan (loss and damage) lingkungan.

Istilah di atas terkait dengan ongkos ekonomi maupun fisik yang ditanggung negara berkembang dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Banyak negara yang sangat rentan tapi justru berkontribusi sangat kecil terhadap perubahan iklim. Mereka juga yang menderita akibat gelombang panas ekstrem, banjir, ataupun bencana terkait iklim lainnya.

Nah, isu yang termuat dalam Perjanjian Paris ini menyoroti negara maju yang berkewajiban membayar kompensasi. Sebab, merekalah yang selama ini menghasilkan emisi terbesar sehingga mempercepat perubahan iklim.

Namun, meski sudah dibahas sejak hampir satu dekade lalu, negara-negara kaya terus berkelit dari kewajiban. Mereka menggunakan beragam jurus: mulai dari batasan-batasan negara rentan, risiko anggaran, hingga mengajukan skema asuransi pasca-bencana–dengan ketentuan yang mereka buat sendiri. Jurus-jurus ini diulas dalam artikel yang ditulis Lisa Vanhala, Profesor Ilmu Politik University College London di Inggris.

Sementara, peneliti kebijakan iklim dari, Tufts University di Amerika Serikat, Bethany Tietjen, menganalisis bagaimana skema pembayaran kompensasi yang cocok bagi kedua belah pihak.

Target emisi dibayangi kebakaran

Indonesia bermaksud mengurangi emisi dari kebakaran hutan dan lahan hingga 80% dibandingkan pada 2015. Rencana ini bagian dari target ambisius Indonesia untuk menekan emisi ke titik impas, bahkan minus, dari sektor kehutanan dan lahan yang tertuang dalam kebijakan Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink 2030.

Menurut kandidat doktor dari Northwestern University Amerika Serikat, Sofyan Ansori, pemenuhan target ini rentan meleset. Pasalnya, pemerintah belum melakukan upaya signifikan untuk mengatasi empat persoalan pokok terkait kebakaran: lingkungan yang mendukung, sumber daya manusia, orientasi kebijakan kebakaran, dan lemahnya penegakan hukum.

Simak ulasan Sofyan selengkapnya di tautan ini.

Perikanan: industri paling berbahaya tapi minim standar keselamatan

Perikanan tangkap merupakan salah satu industri yang paling berbahaya di dunia. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menaksir, kasus kecelakaan dari kapal perikanan menelan 24 ribu nyawa pekerja setiap tahun. Angka ini sepuluh kali lipat lebih besar dibandingkan kasus kematian pekerja di kapal komersial yang mengangkut barang ataupun penumpang.

Tak seperti kapal komersial yang dipayungi Konvensi Internasional tentang Keselamatan Penumpang di Laut (SOLAS), saat ini belum ada aturan global yang berlaku untuk mengatur aspek keselamatan kapal perikanan.

Standar keselamatan sangat mendesak, khususnya bagi kawasan Asia yang menjadi rumah bagi produsen-produsen komoditas perikanan global.

Dalam topik ini, Ocean Law & Policy Research Associate, National University of Singapore, Dita Liliansa menjelaskan bagaimana negara-negara berkelit dari kewajiban aturan keselamatan. Padahal, tanpa aturan yang seragam, aspek keselamatan kapal perikanan jadi berbeda-beda di masing-masing negara, sehingga kemungkinan tidak efektif.

Simak telaah Dita selengkapnya di sini.

Nantikan hasil kurasi isu-isu lainnya oleh editor The Conversation Indonesia yang dikirim langsung ke surelmu setiap hari.

Salam lestari!

Robby Irfany Maqoma

Editor Lingkungan

Lingkungan