Halo para pembaca yang budiman,

Semoga Anda selalu sukses dan sejahtera.

Saya, Yessar Rosendar, editor bisnis dan ekonomi The Conversation Indonesia, menyarikan sejumlah berita tentang bisnis dan ekonomi yang penting beberapa hari terakhir ini.

Pandemi COVID-19 telah membuat pemerintah Indonesia babak belur secara finansial. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir bulan April 2021 saja telah mencapai Rp 138,1 triliun.

Indonesia seperti jatuh tapi juga tertimpa tangga. Karena mengalami defisit untuk pemulihan ekonomi akibat pandemi dan juga mengalami penurunan penerimaan pajak.

Bayangkan saja, penerimaan pajak tahun lalu turun 19,7% dan hanya mencapai Rp1.070,0 triliun, atau 89,3% dari target APBN 2020.

Selanjutnya tentu saja pemerintah berusaha menggenjot penerimaan pajak dengan berbagai macam cara, beberapa wacana pun sudah mulai bergulir seperti akan ada tax amnesty jilid ke-2 sampai kenaikan Pajak Penambahan Nilai (PPN) ke 15% dari sebelumnya 10%.

Jika melihat upaya pemerintah, Indonesia seperti menembak dengan senapan mesin yang akhirnya malah mengenai korban yang tidak perlu, masyarakatnya sendiri. Alih-alih menjadi sniper yang berhasil mengenai target secara efisien.

Bayangkan saja, Tax Amnesty lebih menguntungkan korporasi besar dan kalangan atas.

Sedangkan saat ini yang paling kesusahan adalah masyarakat menengah kebawah.

Saat ini pemerintah tidak mempunyai keberanian untuk menarik pajak yang lebih besar dari korporasi atau individu kaya. Contohnya saja pajak untuk orang kaya yang berpenghasilan lebih dari Rp 5 miliar per tahun, hanya direncanakan naik dari 30% ke 35%.

Salah satu artikel terbaru kami menyoroti masalah ini dan menjelaskan mengapa pajak orang kaya ini juga selain membantu mengurangi defisit anggaran akan mengurangi ketimpangan di masyarakat.

Jika memang terjadi, kenaikan PPN juga akan mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat karena semua harga yang harus dibayar akan mengalami kenaikan.

Tentunya ini kontraproduktif, saat ini pemerintah harus mendorong masyarakat untuk berkonsumsi dan bukan berhemat karena kenaikan harga.

Pandemi ini akan masih lama berlangsung di Indonesia, khususnya dengan kecepatan vaksinasi yang baru mencapai 16 juta orang pada awal Juni.

Untuk itu kita harus terus mendorong pemerintah ke arah kebijakan benar, agar krisis kesehatan segera berakhir dan ekonomi bangkit. Jangan sampai pemerintah hanya mengejar solusi cepat yang akan membuat kita terpuruk lebih lama lagi.

Salam.

Yessar Rosendar

Business + Economy (Indonesian edition)

Bisnis + Ekonomi