Halo para pembaca yang budiman,

Semoga Anda selalu sukses dan sejahtera.

Saya Yessar Rosendar, editor bisnis dan ekonomi The Conversation Indonesia, menyarikan sejumlah berita tentang bisnis dan ekonomi yang menarik pekan ini.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai bulan Agustus hanya mencapai 3%, lebih rendah dari target di APBN sebesar 5%. Pemerintah menargetkan pertumbuhan di triwulan ketiga nanti akan mencapai 4 sampai 5%. Target ini lebih rendah dari pencapaian 7% yang didapat di triwulan kedua.

Pandemi COVID-19 masih menjadi faktor penentu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untungnya, jumlah kasus telah menurun sampai dibawah 3.000 kasus per 22 September. Dengan penurunan ini, diharapkan pertumbuhan ekonomi bisa terus terjaga sampai triwulan keempat nanti.

Walau faktor domestik mengarah positif, ada beberapa sentimen negatif dari luar negeri yang secara tidak langsung bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Salah satu yang dicemaskan pemerintah adalah ancaman gagal bayar hutang dari salah satu perusahaan pengembang properti di Cina, Evergrande yang mempunyai hutang US$300 miliar. Jika sentimen ini mengganggu perekonomian Cina, maka dampaknya akan buruk untuk Indonesia.

Menurut Bank Dunia, setiap ekonomi Cina turun sebanyak 1%, maka perekonomian Indonesia akan terseret turun sebanyak 0,5%. Ini karena ekonomi Indonesia sangat bertalian dengan China, khususnya dalam hal perdagangan.

Selain itu ada juga Amerika Serikat yang meminta Kongres untuk menaikkan batas utang ke US$28,4 triliun atau setara Rp 404.000 triliun. Jika tidak dinaikkan, maka AS terancam gagal bayar utang di bulan Oktober.

Gangguan ekonomi AS juga berpengaruh secara tidak langsung ke Indonesia. Pertama, karena pemegang surat utang terbesar AS adalah Cina yang merupakan mitra dagang utama Indonesia. Selain itu gagal bayar AS akan menimbulkan sentimen negatif di pasar yang bisa membuat aliran investasi ke negara berkembang berkurang atau terhenti.

Investasi sendiri merupakan salah satu PR terbesar Indonesia, yang saat ini sedang digenjot agar terus naik dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan yang ujung-ujungnya akan meningkatkan ekonomi.

Berbicara tentang pekerja adalah sesuatu yang sangat menarik, akademisi dari Universitas Indonesia, Chairil Abdini, baru saja menulis tentang rendahnya produktivitas pekerja di Indonesia dan hal ini diperparah oleh pandemi COVID-19.

Artikel terbaru kami menjelaskan beberapa strategi untuk membalikkan penurunan produktivitas pekerja dan kontribusinya terhadap ekonomi Indonesia.

Jika pemerintah gagal, Chairil memproyeksikan bahwa Indonesia tidak akan mencapai target-target SDGs dan bahkan akan terperangkap dalam middle income trap.

Salam.

Yessar Rosendar

Business + Economy (Indonesian edition)

Bisnis + Ekonomi