The Conversation

Halo, pembaca! Semoga selalu dalam keadaan sehat.

Kembali lagi dalam Nawala TCID. Hari ini, saya Robby Irfany Maqoma – Editor Lingkungan The Conversation Indonesia, akan berbagi sorotan kabar serta analisis teranyar seputar isu lingkungan di Indonesia dan mancanegara.

Bantu kami kenali karakter pembaca The Conversation di Indonesia

Pembaca, The Conversation sudah terbit dengan berbagai edisi di sejumlah negara. Kami bermitra dengan para akademikus dan lembaga penelitian untuk memperluas hasil penelitian dan analisis kredibel seputar isu-isu terkini.

Kami meminta waktunya untuk mengisi survei pembaca The Conversation Indonesia. Dengan mengetahui demografi pembaca terkini, kami harap bisa lebih meningkatkan kualitas artikel-artikel yang ada di The Conversation Indonesia sehingga dapat dikonsumsi serta berdampak bagi kalangan yang lebih luas lagi.

Survei dapat diisi (maupun disebarluaskan) di tautan ini.

Terima kasih!

Kebijakan anti-pencemaran sampah plastik masih belum efektif

Laporan terbaru yang dirilis Global Plastics Policy Centre, University of Portsmouth, menyimpulkan kebijakan untuk mengakhiri sampah plastik di seluruh dunia masih belum efektif. Lembaga ini menganalisis kebijakan plastik dari sekitar seratus negara.

Masalah paling umum adalah kebijakan yang disusun tanpa data dan bukti memadai. Akibatnya, masih banyak sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik sehingga mencemari daratan, laut, hingga udara.

Selain itu, banyak pula aturan yang tidak disusun secara komprehensif. Padahal, penanganan sampah plastik membutuhkan sepaket kebijakan pengelolaan dari hulu (di tingkat produksi) sampai hilir (pengelolaan sampah).

Ini terjadi di Indonesia, di mana efektivitas kebijakan pengelolaan plastik masih bertumpu di sektor hilir atau pengelolaan sampah – belum pada pencegahan. Ini terbukti dari program Citarum Harum yang salah satunya dilaksanakan untuk membersihkan sampah plastik semata. Sementara, aturan pembatasan dan kewajiban pengelolaan sampah plastik di tingkat produsen masih sayup-sayup terdengar.

Penelitian sampah plastik di Indonesia juga masih timpang di kawasan Indonesia bagian barat.

Berat mudarat subsidi pupuk

Bertepatan dengan Hari Tani akhir pekan lalu, akademikus dari Universitas Paramadina, Ica Wulansari, membeberkan beraneka kerugian lingkungan akibat subsidi pupuk. Dalam artikelnya di The Conversation, Ica menuturkan program yang berlaku sejak 1971 ini mesti digantikan program pertanian berkelanjutan.

Bantuan pemerintah seharusnya tak sekadar untuk menambal harga pupuk, melainkan juga pendampingan untuk praktik pemupukan yang berkelanjutan. Program bantuan juga harus diprioritaskan untuk pupuk organik yang terbukti ampuh meningkatkan nutrisi tanah sekaligus keanekaragaman organisme di dalamnya.

Simak analisis selengkapnya di tautan ini.

Tabrakan aturan deforestasi Eropa-Indonesia

Parlemen Uni Eropa akhirnya mengesahkan Peraturan Uji Tuntas (EUDDR) untuk produk hasil hutan bebas deforestasi dan degradasi lahan. Aturan ini melarang 27 Eropa untuk menerima enam jenis produk yang merusak hutan: minyak sawit, kayu, kopi, cokelat, kedelai, dan daging.

Indonesia merupakan eksportir dari keempat komoditas di atas, kecuali daging dan kedelai. Keempat komoditas tersebut juga masih terbelit persoalan, misalnya sekitar 3 juta ha kebun sawit yang tumpang tindih di kawasan hutan.

Analisis terbaru memperkirakan risiko tabrakan peraturan Indonesia dan Eropa akibat kebijakan antideforestasi yang tak sinkron.

Eropa, misalnya, yang menganggap praktik antideforestasi termasuk pada kawasan hutan yang bebas dari aktivitas pertanian ataupun perkebunan.

Sementara, di Indonesia, praktik pemanfaatan hutan dapat dilakukan warga secara berkelanjutan melalui kebijakan perhutanan sosial. Praktik ini pun, berdasarkan studi, justru berperan melindungi hutan dan menurunkan tingkat kemiskinan di desa-desa.

Represi antisains ala Siti Nurbaya

Pekan lalu, surat Siti Nurbaya yang berisi pencekalan kepada lima ilmuwan asing bocor ke publik. Surat ini memancing kontroversi seputar praktik represif terhadap ilmuwan, meski ada pula yang mendukung Siti secara terang-terangan.

Menurut peneliti biologi konservasi asal Universitas Oxford, Wulan Pusparini, menuturkan ulah Siti sebenarnya merupakan fenomena gunung es dari berbagai praktik represi yang menguat sejak sang politikus Partai NasDem tersebut menjabat. Represi ini semestinya diakhiri karena memaksa para akademisi untuk melanggar norma-norma dalam sains sekaligus mencederai kebebasan akademis.

Yuk daftar kompetisi video lingkungan hidup The Conversation Indonesia.

The Conversation Indonesia mengajak anak-anak muda berusia 17-27 tahun untuk mengikuti kompetisi video dan berkesempatan mendapatkan workshop peningkatan kapasitas dari para akademisi, jurnalis lingkungan, dan filmmaker dokumenter dari Watchdoc.

Peserta dapat membuat karya video dengan menggunakan kamera ponsel dengan memilih salah satu dari sejumlah topik terkait lingkungan yang kami rekomendasikan.

Selain pelatihan bersama para ahli, pemenang kompetisi video juga akan mendapatkan hadiah uang tunai jutaan rupiah, merchandise eksklusif The Conversation Indonesia, sertifikat, dan kesempatan tayang di kanal Watchdoc Documentary.

Seluruh rangkaian acara kompetisi ini tidak dipungut biaya.

Cek selengkapnya di Kompetisi Video Lingkungan The Conversation Indonesia.

-

Nantikan hasil kurasi isu-isu lainnya oleh editor The Conversation Indonesia yang dikirim langsung ke surelmu setiap hari.

Salam lestari!

Robby Irfany Maqoma

Editor Lingkungan

Lingkungan