The Conversation

Halo Pembaca, semoga Anda sehat.

Nyawa 131 orang, termasuk 33 anak, melayang setelah kompetisi sepak bola di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Sabtu lalu. Sesaat setelah pertandingan antara BRI Liga 1 antara Arema FC versus Persebaya itu, sejumlah penonton memasuki lapangan tapi dihalau petugas dengan kekerasan dan kemudian polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Puluhan ribu penonton panik dan berhamburan dan berupaya mencari jalan keluar. Dan terjadilah saling injak, saling dorong, karena mencari jalan keluar.

Sialnya, 14 pintu yang seharusnya dibuka lima menit sebelum pertandingan berakhir belum terbuka sempurna. Polisi yang menembakkan gas air mata ke para penonton memperburuk keadaan di Kanjuruhan saat itu.

Tragedi ini berpotensi menempatkan tragedi ini sebagai kasus tertinggi kasus _stampede _stadion olahraga di dunia abad ini. Sebelumnya, rekor abad ini dipegang oleh stampede di Ghana Football Stadium 2001, tercatat sedikitnya 126 orang meninggal. Stampede, krisis alur-alir kerumunan massa, merupakan gabungan fenomena panik, lari, desak, dorong, himpit-himpitanan sampai saling injak dan terkadang juga saling serbu –disingkat PLDDHIS - menuju pintu keluar baik dalam konteks pertunjukan olahraga, acara keagamaan, kampanye maupun konser.

Dalam konteks acara massa, secara umum stampede hanyalah simtom yang bisa dipicu oleh berbagai faktor baik kerusuhan, keruntuhan bangunan stadion, terorisme, hingga agresi petugas keamanan atau pun gabungan beberapa faktor ini. Ciri khas kematian dalam stampede adalah berupa trauma di bagian kepala dan dada karena benturan akibat terinjak, terjatuh, berdesakan, dan kekurangan oksigen.

Kepolisian memang telah menetapkan enam tersangka kasus Stadion Kanjuruhan. Tapi yang lebih penting lagi adalah ke depan penyelenggara, aparat keamanan, dan stakeholder lainnya perlu membuat langkah mitigasi dengan memahami psikologi massa dan sistem pengamanan mengutamakan keselamatan penonton, pemain, dan orang-orang di stadion. Sistem yang dibuat itu harus konsisten dilaksanakan di lapangan.

Selain soal kematian di lapangan bola, Anda bisa juga menikmati artikel kami tentang apa yang harusnya dilakukan Indonesia menjelang akhir pandemi dan juga mengapa perusahaan global makin agresif menyasar anak-anak di taman bermain, dekat sekolah dan minimarket di negara berpendapatan menengah dan rendah, termasuk Indonesia.

Selamat berakhir pekan!

Ahmad Nurhasim

Editor Kesehatan + Sains

Di beberapa negara, rokok dipajang secara mencolok setinggi mata anak-anak. Campaign for Tobacco-Free Kids, CC BY-NC-ND

Riset baru: iklan rokok secara agresif menargetkan anak-anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah

Jennifer Brown, Johns Hopkins University

Tempat penjualan di 42 negara mayoritas berpenghasilan rendah dan menengah menampilkan iklan rokok setinggi mata anak-anak.

Kesehatan

Sains + Teknologi