The Conversation

Halo, semua! Semoga selalu dalam keadaan sehat.

Kembali lagi dalam Nawala TCID. Hari ini, saya Robby Irfany Maqoma – Editor Lingkungan The Conversation Indonesia, akan berbagi sorotan kabar terkait isu lingkungan di Indonesia dan mancanegara.

 

Biang kerok kerumitan jejak emisi global

Kesepakatan untuk memangkas emisi global untuk menahan laju perubahan iklim sudah diteken para pemimpin dunia sejak 2015. Namun, upaya pemangkasan emisi ternyata tidak sesederhana itu lantaran jejak karbon sudah menjadi bagian dari sistem perdagangan global. Banyak negara-negara (khususnya negara maju) yang tak menghitung emisi dari produk yang digunakannya – karena produk tersebut dihasilkan dari suatu pabrik di negara berkembang.

Inilah yang disebut dengan kolonialisme karbon. Suatu praktik ‘outsourcing’ emisi dari negara maju ke negara berkembang. Emisi yang tak tercatat dari praktik ini diperkirakan mencapai seperempat dari total emisi global.

Dosen dari Royal Holloway University of London, Laurie Parsons, menggambarkan praktik ini melalui label kaus oblong Made in Cambodia yang dijual di pasar Inggris sebenarnya hanya separuh benar. Sebab, produk kaus Kamboja berasal dari bahan katun dan serat sintetis yang diproduksi dari Cina. Sebagian dari produk Cina itu juga diimpor dari Brazil, Uzbekistan, bahkan Amerika Serikat. Perjalanan hingga ratusan ribu kilometer ini tentu meninggalkan jejak karbon yang tak sedikit.

Kita masih memiliki pekerjaan besar mengurai benang kusut praktik ini untuk bisa menaksir angka emisi sebenarnya dari negara-negara dunia. Analisis di atas juga menggambarkan betapa sulitnya menerapkan gaya hidup yang benar-benar hijau.

 

Dugaan praktik greenwashing produsen kertas Korea

Laporan terbaru yang dirilis organisasi nirlaba Yayasan Pusaka bersama lembaga lainnya menyatakan perusahaan kertas Moorim Paper asal Korea Selatan terkait dengan aktivitas deforestasi di Merauke, Papua. Laporan menyatakan, melalui anak perusahaannya yakni PT Plasma Nutfah Marind Papua (PNMP), Moorim telah membabat lebih dari 6 ribu ha hutan di bumi cenderawasih selama 2015-2021.

Temuan ini berlawanan dengan klaim Moorim sebagai perusahaan kertas ramah lingkungan. Perusahaan ini juga dituding berlindung dari label FSC atau Forest Stewardship Council – lembaga sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan – yang telah dikantongi Moorim sejak 15 tahun silam. Sejauh ini perusahaan belum memberikan pernyataan atas temuan tersebut.

Peta deforestasi Moorim juga dapat dilihat dalam platform Nusantara-atlas.org.

 

Polusi batu bara di Marunda

Pemerintah DKI Jakarta menghukum PT Karya Citra Nusantara karena aktivitas pengangkutan batu bara di pelabuhannya mencemari permukiman di sekitar kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. PT Karya diberi sanksi paksaan untuk memperbaiki 32 aspek pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup dalam operasional perusahaan.

Sanksi bermula saat penghuni rumah susun Marunda berdemonstrasi mengeluhkan debu batu bara mengganggu aktivitas mereka. Bahkan ada warga yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) – diduga karena menghirup debu tersebut.

Debu juga turut menyebar ke tiga sekolah. Pemeriksaan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia menemukan debu batu bara yang cukup tebal di atap sekolah, sekitar 1 cm. Debu juga masuk ke ruang-ruang kelas dan terhirup oleh siswa maupun guru.

 

Sekilas riset: manfaat sampah plastik bagi gurita

Tim peneliti Federal University of Rio Grande, Brazil, menemukan sampah plastik memiliki manfaat tersendiri bagi sekitar 24 spesies gurita. Botol plastik yang tenggelam di dasar laut digunakan gurita sebagai alat perlindungan diri dari serangan predator. Gurita juga menggunakan sampah lainnya seperti pecahan botol, atau kaleng bekas minuman untuk tempat penyimpanan telurnya.

Riset ini terbit di jurnal Marine Pollution Bulletin.

-

Nantikan hasil kurasi isu-isu lainnya oleh editor The Conversation Indonesia yang dikirim langsung ke surelmu setiap hari.

Salam lestari!

Robby Irfany Maqoma

Editor Lingkungan

Lingkungan