The Conversation

Halo pembaca,

Semoga Anda selalu sehat dan lancar aktivitasnya.

Ada banyak kisah orang-orang yang menyesal karena tidak bersedia atau menolak vaksinasi COVID-19. Mereka malah “menantang” virus corona dengan tidak memakai masker, pergi ke tempat-tempat ramai, dan akhirnya terinfeksi virus.

Kisah seperti ini bukan hanya terjadi di negara berkembang tapi juga terjadi di negara maju seperti Inggris, negara tempat produsen vaksin dan memiliki sistem kesehatan yang berkualitas. Setelah mereka dirawat di rumah sakit berhari-hari, barulah mereka percaya bahwa virus corona kini lebih mudah menyerang orang-orang yang belum divaksin. Salah satu fungsi vaksin adalah mengurangi level keparahan jika seseorang yang sudah divaksin terinfeksi virus.

Salah satu pangkal penolakan vaksin adalah sikap anti-vaksin yang disebar oleh orang dan kelompok penggemar teori konspirasi dan hoaks yang tidak jelas dasar ilmiahnya. Media sosial menjadi ruang yang bebas untuk menyebarkan berbagai informasi yang tidak ilmiah itu. Saat produksi vaksin terus meningkat dan distribusinya juga makin cepat, alasan menolak vaksinasi seharusnya terus berkurang. Apalagi mayoritas negara tidak memungut biaya apapun pada orang-orang yang divaksin. 

Di Indonesia, Menteri Kesehatan baru-baru ini menyatakan lebih dari sejuta dosis vaksin sumbangan dari negara-negara maju akan berakhir masa pakaianya pada akhir bulan ini. Walau Menteri menyatakan vaksin itu hibah, fakta ini menunjukkan bahwa sistem kesehatan kita masih kedodoran dalam mempercepat vaksinasi. Masalahnya bukan negara tidak mengeluarkan biaya untuk membeli vaksin tersebut, tapi sejuta dosis itu menjadi sia-sia karena keterlambatan distribusi dan penyuntikan.

Ahmad Nurhasim

Editor Sains + Kesehatan, Kepala Divisi Training

Perajin membuat tempe berbahan baku kedelai impor yang kini harganya naik dari Rp9.600 menjadi Rp10.300 per kilogram di Sanan, Malang, Jawa Timur, 11 Januari 2022. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc

Bagaimana partikel tempe dapat kelabui bakteri E.Coli untuk melawan diare

Theodorus Eko Pramudito, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Apabila kita rajin mengkonsumsi tempe, maka makin banyak juga karbohidrat tempe yang dapat melewati kondisi asam di lambung sehingga meningkatkan jumlah karbohidrat tempe yang ada di dalam usus.

Kesehatan

 

Acara-acara yang ditampilkan

Workshop: Public Speaking untuk Sampaikan Hasil Riset

— Via Zoom, 13.00 WIB, Indonesia — The Conversation

Lebih banyak acara