The Conversation

Halo pembaca,

Semoga Anda sehat dan lancar aktivitasnya.

Dalam hampir dua puluh tahun terakhir, Global Fund telah “berinvestasi” hampir Rp 21 triliun untuk membantu Indonesia mengeliminasi penyakit malaria, tuberkulosis, dan HIV/AIDS hingga 2024. Ini penyakit menular yang selama bertahun-tahun sulit dikendalikan karena begitu kompleknya masalah, terutama pada faktor-faktor sistem layanan kesehatan, individual, dan faktor sosial non-medis. Artinya setiap tahun, sejak 2003, sekitar Rp 1 triliun disumbangkan untuk Indonesia mengendalikan penyakit ini. Jumlah investasi untuk Indonesia ini merupakan yang terbesar kedua di Asia di bawah India. Dana itu belum termasuk yang dikeluarkan oleh pemerintah dan masyarakat.

Apa hasil dana sebanyak itu? Dalam pengendalian HIV/AIDS, Global Fund membantu meningkatkan layanan dan menemukan HIV, termasuk pengobatan antiretroviral. Hingga Juni, sekitar 473 ribu kasus HIV terdeteksi dan sekitar 160 ribu sedang berobat. Jumlah kasus HIV dalam 10 tahun terakhir cenderung naik tapi AIDS cenderung turun menunjukkan keberhasilan pengobatan. Sedangkan dalam tuberkulosis, dana itu dipakai untuk pengadaan obat, alat diagnosis, dan penemuan kasus. Dari sekitar 824 ribu kasus, baru 286 ribu yang ditemukan. Sisanya masih terus dicari. Pengetesan, skrining ibu hamil, dan pendistribusian 27 juta kelambu berinsektisida di daerah endemis malaria merupakan program untuk mengeliminasi malaria.

Belajar dari pandemi COVID-19, pemerintah mestinya bisa mengadopsi metode pendeteksi cepat untuk menemukan orang-orang yang terinfeksi tuberkulosis, HIV, dan malaria. Penemuan kasus ini sangat penting karena dari mereka pengendalian bisa dilakukan melalui pengobatan yang rutin. Pemerintah juga perlu berinovasi dengan menggunakan teknologi kesehatan untuk mempercepat pengendalian penyakit ini. Dalam kasus tuberkulosis, masalahnya bukan hanya rendahnya penemuan kasus tapi juga kasus tuberkulosis resisten obat akibat pengobatan yang tidak tuntas. Karena itu, riset terkait tuberkulosis dan malaria perlu ditingkatkan untuk mencari terobosan.

Pengeliminasian ketiga penyakit akan berhasil jika pemerintah berhasil mendorong partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam program pengendalian penyakit ini. Pemerintah juga perlu berkampanye besar-besaran untuk menghapus stigma dan diskriminasi yang sering dialami oleh pengidap HIV/AIDS, tuberkulosis, dan malaria. Stigma dan diskriminasi itulah sebagian faktor yang membuat mereka ogah periksa dan berobat.

 

Yuk daftar kompetisi video lingkungan hidup The Conversation Indonesia

The Conversation Indonesia mengajak anak-anak muda berusia 17-27 tahun untuk mengikuti kompetisi video dan berkesempatan mendapatkan workshop peningkatan kapasitas dari para akademisi, jurnalis lingkungan, dan filmmaker dokumenter dari Watchdoc.

Peserta dapat membuat karya video dengan menggunakan kamera ponsel dengan memilih salah satu dari sejumlah topik terkait lingkungan yang kami rekomendasikan.

Selain pelatihan bersama para ahli, pemenang kompetisi video juga akan mendapatkan hadiah uang tunai jutaan rupiah, merchandise eksklusif The Conversation Indonesia, sertifikat, dan kesempatan tayang di kanal Watchdoc Documentary.

Seluruh rangkaian acara kompetisi ini tidak dipungut biaya.

Cek selengkapnya di Kompetisi Video Lingkungan The Conversation Indonesia.

Ahmad Nurhasim

Editor Kesehatan + Sains

Asisten dokter menyiapkan vaksin cacar monyet sebelum menyuntik pasien. AP

Cacar monyet – kegagalan pemerataan vaksin global berikutnya?

Deborah Gleeson, La Trobe University

Cacar monyet tidak menghadirkan tingkat ancaman yang sama seperti COVID-19, tapi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama.

Kesehatan

Sains + Teknologi