Halo, semua! Semoga selalu dalam keadaan sehat.

Selamat datang kembali ke Sepekan Lingkungan, nawala yang menyajikan highlight berita-berita seputar lingkungan mancanegara dan nasional.

Mari kita mulai dengan kabar baik.

Populasi tuna kembali pulih

Akhir pekan lalu, Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) mengumumkan populasi empat spesies tuna mulai pulih. Kabar ini menjadi sinyal baik bagi keberhasilan sistem kuota perikanan di sejumlah negara, serta upaya mencegah penangkapan ikan ilegal.

IUCN merevisi status empat jenis tuna itu dalam pembaruan daftar merah (Red List). Empat populasi yang mulai pulih adalah tuna sirip biru atlantik (Thunnus thynnus) yang naik status dari Terancam (Endangered) menjadi Risiko Rendah (Least Concern). Sedangkan tuna albakore (Thunnus alalunga) and tuna sirip kuning (Thunnus albacares) turut beralih status dari Hampir Terancam (Near Threatened) ke Risiko Rendah. Lalu, status tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) naik dari Kritis (Critically Endangered) ke Terancam.

Namun, dalam laporan yang sama, IUCN merilis 37 persen spesies hiu dan pari terancam punah. Berkurangnya populasi disebatkan oleh penangkapan ugal-ugalan, kualitas habitat yang menurun, dan perubahan iklim.

Selain dua spesies di atas, krisis iklim juga mengancam kelangsungan populasi komodo pada 45 tahun ke depan. Risiko tersebut diakibatkan oleh kenaikan muka air laut yang ditaksir akan merendam lebih dari 30 persen tempat bernaung kadal purba itu di Taman Nasional Komodo. Sementara, spesies yang hidup di kawasan Flores terancam lantaran penyempitan ruang jelajah akibat ekspansi aktivitas manusia.

Berdasarkan faktor-faktor itu, IUCN lantas mengubah status komodo dari Rentan (Vulnerable) ke Terancam.

 

Di tengah gugatan, penambang emas pulau Sangihe menolak mundur

Meski ditolak masyarakat setempat, PT Tambang Mas Sangihe berkukuh melanjutkan kegiatan eksplorasi emas di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Perusahaan ini menguasai 42 ribu hektare atau lebih dari separuh luas pulau hingga 33 tahun ke depan.

Korporasi bersama pemerintah juga tengah menghadapi gugatan warga setempat yang didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara, akhir Juni silam. Izin diduga bermasalah lantaran Sangihe termasuk pulau kecil yang haram ditambang.

Saat ini, aktivitas pencarian emas masih dalam tahap pembebasan lahan. Sejumlah warga memprotes harga tanah yang dihargai terlalu murah, hanya Rp 5 ribu per meter. Pengerukan emas dihawatirkan merusak kehidupan mereka di pulau yang dekat dengan perairan Filipina itu.

 

Kenaikan permintaan batu bara yang membahayakan dunia

Harga batu bara terus meroket sejak pertengahan 2021, dan kini kembali mencetak rekor. Awal September, penambang Australia membanderol batu bara termal sebesar US$ 180 per ton. Di Indonesia, indeks Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang dirilis Senin lalu mencatat lonjakan harga hampir dua kali lipat dibanding versi Januari 2021, dari US$ 75,84 hingga US$ 150 per ton.

Lonjakan harga ini disebabkan oleh peningkatan konsumsi batu bara Cina sehingga kebutuhannya sudah melebihi pasokan domestik. Kenaikan ini dinilai membahayakan lantaran dapat menghambat upaya pengurangan laju emisi gas rumah kaca (GRK) yang menjadi biang keladi krisis iklim.

Kenaikan permintaan batu bara menunjukkan komitmen setengah hati Cina untuk menyandang status karbon netral pada 2060. Cina merupakan penyumbang polusi terbesar di dunia, jumlahnya diperkirakan sebesar 27% dari total emisi GRK global pada 2019.

Selain peningkatan permintaan, kenaikan harga juga disebabkan oleh kebijakan Negeri Panda yang memutus impor emas hitam dari Australia--salah satu penyuplai dominan komoditas ini. Akibatnya, Cina harus menambal pasokan batu baranya dari negara lain, termasuk Indonesia.

Sementara kenaikan harga batu bara di Indonesia berisiko memicu gelombang eksploitasi besar-besaran.

 

Masker ramah lingkungan dari daun talas

Penutup nawala kali ini berasal dari Filipina. Perempuan bernama Kiara Raye Cartojano menginisiasi pengembangan masker dari ekstrak daun talas (Alocasia macrorrhizos). Kiara berharap terobosannya mampu mengurangi sampah dari penggunaan masker sekali pakai yang ditaksir mencapai 480 ribu lembar per hari di Kota General Santos. Daun talas pun dikenal mudah tumbuh dan tak sukar ditemukan di kawasan Asia Tenggara.

Inisiatif ini berangkat dari karakter daun talas yang hydrophobic alias tak menyerap air. Daun tersebut diekstrak menjadi material wax. Setelah itu, material itu ditambahkan ke masker kain.

Berdasarkan studi, material talas dapat memperlambat penyerapan air masker kain.

 

Sampai jumpat pada nawala berikutnya.

Salam lestari!

Robby Irfany Maqoma

Editor Lingkungan

Lingkungan