Halo! Selamat datang kembali di nawala Sepekan Lingkungan, yang memberikan informasi berita-berita seputar lingkungan hidup dalam negeri dan luar negeri.

Di New England, Amerika Serikat, nelayan dan ilmuwan bekerja sama dalam memonitoring dampak dari perubahan iklim.

Para nelayan mengumpulkan data bagi Shelf Research Fleet, sebuah joint venture dari organisasi nirlaba yang memiliki fokus dalam sektor perikanan dan kelautan, Commercial Fisheries Research Foundation dan Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI).

Kerja sama ini sudah dimulai sejak tahun 2014. Data yang dikumpulkan antara lain terkait suhu air dan salinitas dari beragam kedalaman. Tujuan kerja sama ini adalah untuk memahami lebih baik perubahan yang terjadi di laut dan bagaimana perubahan tersebut bisa mempengaruhi perikanan di masa depan.

Dampak perubahan iklim juga memiliki pengaruh negatif bagi kehamilan, menurut studi terbaru yang diterbitkan dalam JAMA Network Open.

Studi ini mengungkapkan bahwa paparan ibu hamil terhadap suhu yang panas hingga polusi akibat perubahan iklim bisa mengakibatkan kelahiran prematur dan berat badan bayi saat lahir rendah.

Dampak ini semakin nyata bagi para perempuan dari kelompok minoritas.

Selanjutnya, para peneliti kelautan dari Universitas Flinders, Australia, menemukan bahwa konsentrasi mikroplastik di pesisir Naifaru, Maladewa lebih tinggi daripada di tempat lainnya di dunia.

Temuan ini merupakan rekor polusi mikroplastik tertinggi dengan konsentrasi 55-1127.5 microplastics/kg, diikuti oleh Tamil Nadu, India dengan konsentrasi 3-611 microplastics/kg.

Dengan tingginya polusi mikroplastik ini, para peneliti mengkhawatirkan dampak bagi kehidupan laut dan komunitas yang tinggal di pesisir dari negara yang menjadi tempat favorit para turis global tersebut.

Dari kelautan Indonesia, pemerintah menyatakan sudah berhasil menanam hampir 3 juta batang mangrove dengan total luasan hampir mencapai 450 hektare di 18 kabupaten dan kota, sepanjang tahun 2020.

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), jumlah ini hampir 2 kali dari dari target awal, yaitu 200 hektar. Untuk tahun 2021, KKP berencana menanam mangrove seluas 400 hektare.

Untuk serial Oceans 21, para peneliti berhasil mengembangkan alat monitoring sederhana yang bisa melakukan pemetaan hutan mangrove dalam skala yang lebih kecil, terutama kawasan konservasi yang dikelola oleh masyarakat setempat.

Alat ini sudah diujicobakan di negara-negara yang memiliki luasan mangrove cukup tinggi, namun terancam, seperti di Myanmar dan Madagaskar. Harapannya, alat ini bisa memudahkan para pengelola kawasan konservasi memetakan wilayah mereka sehingga bisa menyusun perencanaan perlindungan mangrove yang lebih efektif.

Sekian dulu Sepekan Lingkungan edisi minggu, sampai jumpa pada edisi berikutnya.

Jangan lupa berlangganan dan nantikan serial Oceans 21, yang merupakan persembahan jaringan internasional The Conversation terkait kondisi kelautan di dunia!

Fidelis Eka Satriastanti

Editor Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup

Sains + Teknologi