Halo!

Selamat Tahun Baru bagi para pembaca nawala “Sepekan Lingkungan”. Semoga tahun 2021 memberikan semangat dan harapan lebih baik lagi bagi kita semua.

Selamat datang kembali ke nawala seputar lingkungan hidup, baik dari Indonesia maupun internasional, selama seminggu.

Tahun 2020 merupakan tahun yang berat dan melelahkan bagi semua orang akibat penyebaran pandemi COVID-19. Namun, masih ada sedikit harapan terutama dari dunia flora dan fauna di mana setidaknya ada 15 spesies baru yang ditemukan di dunia.

Artikel Mongabay.co.id menyebutkan penemuan 156 tumbuhan dan jamur dari Afrika, Asia, Amerika, dan Inggris, 10 spesies baru pohon eboni, karnivora sundew, dan daun mint baru, lemur tikus baru di Pulau Madagaskar, katak baru di Bolivia, Lutung popa (Trachypithecus popa) di Myanmar, di antara beberapa spesies baru lainnya.

Selain kabar baik, tentu kita tidak bisa mengabaikan kabar buruknya, terutama karena tinggal di negara yang rawan dengan bencana banjir.

Laporan BMKG memperingatkan bahwa curah hujan tinggi yang berpotensi pada ancaman banjir, tanah longsor pada bulan Januari ini di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh fenomena El Nina yang membawa curah hujan tinggi.

Ketika dunia sangat berkonsentrasi pada penanganan virus corona tahun lalu, hampir seluruh kegiatan atau aktivitas berkaitan dengan isu lingkungan dan perubahan iklim cukup tertunda.

Tahun ini diharapkan isu iklim kembali menjadi perhatian serius karena semakin meningkatnya suhu Bumi.

BBC menuliskan beberapa hal yang menjadi titik tolak dalam upaya dunia untuk mengatasi dampak krisis iklim, mulai dari digelarnya perundingan iklim di Glasgow, Norwegia, pada November 2021, yang akan menjadi kelanjutan dari Perjanjian Paris, negara-negara sudah mulai mengumumkan penurunan emisi karbon secara signifikan, hingga peralihan ke energi terbarukan.

Ada atau tidak ada pandemi, krisis iklim tetap berlangsung sehingga perlu adanya komitmen yang kuat serta aksi yang tepat dalam menghadapi isu ini. Riset terbaru sudah menunjukkan bahwa perubahan iklim akan berdampak semakin parah bagi kesehatan, terutama terkait dengan cuaca panas ekstrim.

Sekian dulu nawala untuk kali ini, sampai jumpa edisi selanjutnya!

Jangan lupa simak podcast #SainsSekitarKita, kerjasama antara The Conversation Indonesia dan KBR : “Bagaimana orang utan, primata yang paling menyendiri menemukan cinta” bersama Tatang Mitra Setia, peneliti biologi konservasi di Universitas Nasional yang menghabiskan lebih dari dua dekade meneliti tentang perilaku orang utan.

Fidelis Eka Satriastanti

Editor Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup

  • Riset baru tunjukkan perubahan iklim berdampak semakin parah bagi kesehatan

    Celia McMichael, University of Melbourne; Ilan Kelman, UCL; Shouro Dasgupta, Università Ca'Foscari; Sonja Ayeb-Karlsson, United Nations University

    Laporan terbaru terkait data kesehatan di dunia yang memanas. Setidaknya 296.000 kematian terkait panas terjadi pada usia di atas 65 tahun pada tahun 2018.

Sains + Teknologi

In English

Kesehatan