The Conversation

Halo, pembaca! Semoga selalu dalam keadaan sehat.

Kembali lagi dalam Nawala TCID. Hari ini, saya Robby Irfany Maqoma – Editor Lingkungan The Conversation Indonesia, akan berbagi sorotan kabar serta analisis teranyar seputar isu lingkungan di Indonesia dan mancanegara.

Ingkar janji dana iklim negara kaya

Pembicaraan iklim antarnegara selama dua pekan di Bonn, Jerman, yang berakhir pada Jumat silam menghasilkan kesimpulan menyedihkan: negara-negara maju ogah mengganti kerugian lingkungan dari aktivitas emisinya dan pengerukan sumber daya alam di negara berkembang.

Negara seperti Amerika Serikat dan Eropa merasa tak berkewajiban membayar kompensasi. Mereka menganggap pembayaran ini akan menguras kas negara hingga miliaran dolar hingga puluhan tahun.

Sikap ini berlawanan dengan komitmen negara tersebut untuk menggelontorkan US$ 100 miliar (sekitar Rp 148 triliun) per tahun untuk pendanaan iklim di negara-negara berkembang. Dana tersebut bahkan tidak cukup untuk menangkal pemanasan global. Kebutuhan duit sebenarnya diperkirakan mencapai US$ 2,4 triliun (Rp 35.571 triliun) hingga 2035.

Upaya ganti rugi ini juga disepakati dalam bab khusus “Loss and Damage” (kerugian dan kerusakan) dalam kesepakatan Paris, perjanjian iklim yang menentukan langkah global menahan laju kerusakan bumi.

Kandidat doktor dari Australian National University, Melanie Phill, mengatakan kegagalan pendanaan iklim akan membahayakan masa depan bumi. Risiko ke depannya akan sangat besar – kelangsungan kehidupan kita sangat dipertaruhkan. Risiko-risiko seperti gagal panen massal, krisis air, hingga kondisi kesehatan yang memburuk di kota-kota besar akibat polusi akan terus menghantui.

Simak analisis Melanie selengkapnya di sini.

Kotor benar udara Jakarta

Sejak pekan lalu, situs pemantau kualitas udara real time IQAir.com melaporkan kualitas udara Jakarta “tidak sehat”. DKI bahkan beberapa kali tercatat sebagai kota dengan kualitas udara terkotor di dunia.

Pembatasan sosial yang melonggar dituding menjadi biang keladi memburuknya kualitas udara Jakarta. Ini ditambah lagi dengan suhu yang rendah, dan kelembaban yang tinggi, sehingga material pencemar terperangkap di troposfer (lapisan terbawah atmosfer).

Pemerintah pusat lantas menolak Jakarta jadi juara dunia polusi udara. Dalihnya, ada perbedaan hitungan. Menurut indikator versi pemerintah, kualitas udara Jakarta menempati peringkat ke-44 terkotor, bukan yang pertama.

Soal ini, pengadilan sebenarnya sudah memvonis pemerintah ‘lalai’ dalam menyediakan udara yang bersih di Jakarta. Bukan hanya otoritas ibu kota, pemerintah kawasan sekitarnya seperti Banten dan Jawa barat, lalai mengawasi pelepasan material pencemar ke udara. Akibatnya angin membawa polutan tersebut ke Jakarta.

Simak analisis selengkapnya seputar pentingnya pengendalian emisi lintas batas dari peneliti kebijakan lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Fajri Fadhillah, yang terbit di The Conversation.

Drama Korea di hutan Papua

Ketegangan pebisnis dengan masyarakat adat di Tanah Papua seakan tak berkesudahan. Laporan terbaru yang dirilis media independen Betahita.id melaporkan warga adat Malind di Distrik Okaba dan Distrik Kaptel, Merauke, yang memprotes pembabatan hutan adat serampangan dari PT Plasma Nutfah Marind Papua (PNMP), anak usaha perusahaan kertas asal Korea, Moorim Paper.

Perusahaan mengklaim sudah membabat hutan sesuai izin dan memberikan ganti rugi kepada warga sesuai aturan. Namun, warga merasa tak pernah menerimanya. Jika sudah, mereka tentu tak akan memprotes.

Sebelumnya, organisasi nirlaba Yayasan Pusaka bersama lembaga lainnya merilis Laporan yang menyatakan PT Plasma telah membabat lebih dari 6 ribu ha hutan di bumi cenderawasih selama 2015-2021.

Temuan ini berlawanan dengan klaim Moorim sebagai perusahaan kertas ramah lingkungan. Perusahaan ini juga dituding berlindung dari label FSC atau Forest Stewardship Council – lembaga sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan – yang telah dikantongi sejak 15 tahun silam.

Peta deforestasi Moorim dapat dilihat dalam platform Nusantara-atlas.org.

-

Yuk ramaikan kampanye #SiKecilBertanya

Pembaca, belakangan ini banyak anak usia TK dan SD yang kecanduan gawai. Ketergantungan mereka pada internet dan hiburan daring mengikis rasa ingin tahu atas lingkungan sekitar dan dunianya. The Conversation Indonesia mengajak kamu ikut #SiKecilBertanya, untuk membangun kebiasaan berpikir ilmiah dan bijaksana pada anak, sebagai generasi penerus bangsa Indonesia.

Simak kampanye selengkapnya di sini.

-

Nantikan hasil kurasi isu-isu lainnya oleh editor The Conversation Indonesia yang dikirim langsung ke surelmu setiap hari.

Salam lestari!

Robby Irfany Maqoma

Editor Lingkungan

In English

Lingkungan