Halo para pembaca yang budiman,

Semoga Anda selalu sukses dan sejahtera.

Saya, Yessar Rosendar, editor bisnis dan ekonomi The Conversation Indonesia, menyarikan sejumlah berita tentang bisnis dan ekonomi yang penting beberapa hari terakhir ini.

Ekonomi gig memang menciptakan dampak positif bagi banyak orang, namun tentu tidak ada yang selamanya indah.

Pandemi COVID-19 dan konsolidasi perusahaan teknologi yang mulai mencari keuntungan menjadi buah malapetaka bagi pekerja gig, dan celakanya keduanya datang bersamaan.

Belum meredanya pandemi menyebabkan menurunnya mobilitas dan kegiatan ekonomi masyarakat, yang juga menurunkan jumlah pesanan yang didapatkan para ojol.

Sepinya pesanan karena pandemi ini diperparah oleh perusahaan aplikasi yang saat ini harus mulai mengejar keuntungan. Perusahaan sudah bertahun-tahun membakar uang untuk promosi dan mendapatkan pangsa pasar.

Yang sangat menyedihkan, ojol atau mitra aplikasi yang paling dirugikan. Karena harus menggenjot pendapatan, perusahaan seperti Gojek pun mulai memotong lebih besar pendapatan para ojol. Tunjangan pun ada yang dikurangi.

Kita sebagai konsumen tidak terlalu terdampak karena kebanyakan mungkin mencari promo di aplikasi lain atau mengurangi penggunaan saja.

Fenomena ini membuktikan kerentanan yang ada pada ekonomi gig.

Para pekerja gig ini termasuk pekerja informal yang tentu sulit terdata di pemerintah, dan belum tentu mendapatkan bantuan sosial yang diperlukan pada saat sulit seperti sekarang ini.

Salah satu artikel kami menyoroti masalah ini dan mengusulkan perusahaan aplikasi seperti Gojek, mestinya mulai memberikan jaminan penghasilan dasar bagi para ojol. Skema ini diharapkan dapat mengurangi kerentanan dan ketidakpastian para ojol.

Tentu perusahaan wajib mendapatkan keuntungan, namun keuntungan itu harus didapatkan dengan cara yang etis dan tidak menindas golongan yang lebih lemah.

Perusahaan aplikasi seharusnya malu menyandang valuasi miliaran dolar namun belum mampu menyejahterakan para mitranya.

Salam.