The Conversation

Halo, semua! Semoga selalu dalam keadaan sehat.

Kembali lagi dalam Nawala TCID. Hari ini, saya Robby Irfany Maqoma – Editor Lingkungan The Conversation Indonesia, akan berbagi sorotan kabar teranyar terkait isu lingkungan di Indonesia dan mancanegara.

Menamai pohon baru dengan peraih Oscar

Para ilmuwan dari Royal Botanic Gardens, Inggris, menamai spesies pohon baru yang ditemukan di hutan Ebo, Kamerun, dengan nama Uvariosis dicaprio. Kata Dicaprio berasal dari nama aktor kawakan Leonardo DiCaprio.

Leo dianggap berjasa menyelamatkan hutan tropis Ebo dari penebangan besar-besaran oleh perusahaan kayu. Agustus lalu, Leo melontarkan cuitan yang mengajak pengikutnya menandatangani petisi menolak aktivitas penebangan di hutan Ebo. Cuitan Leo memancing reaksi yang masif di jagat maya, hingga akhirnya pemerintah Kamerun mencabut izin usaha perusahaan kayu tersebut.

Melalui media sosial, DiCaprio kerap menyuarakan keresahannya terkait kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Dia juga menjadi pendukung sekaligus pemeran film dokumenter tentang lingkungan, Before The Flood, dan film Don’t Look Up, yang menampilkan satir seputar sains di masyarakat.

Mikroba yang menantang raksasa minyak sawit

Sejumlah perusahaan rintisan di Amerika Serikat tengah menggarap penelitian dan pengembangan kandidat minyak sawit sintetis dari hasil produksi mikroba. Proyek inovasi ini bertujuan untuk menawarkan alternatif minyak sawit sintetis yang lebih ramah lingkungan ketimbang minyak konvensional.

Perusahaan asal Wisconsin, AS: Xylome, menemukan minyak dari spesies mikroba Lipomyces starkeyi – hasil fermentasi kulit jagung maupun batang gandum – memiliki galur yang serupa dengan minyak sawit mentah. Galur yang terdiri dari kombinasi lemak jenuh dan tak jenuh dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan, kosmetik, ataupun sabun.

Inisiatif senada juga tengah digagas perusahaan rintisan asal California, Kiverdi. Begitu pula perusahaan C16 Biosciences dari New York yang mendapatkan sokongan duit US$ 20 juta untuk riset minyak sawit sintetis dari perusahaan terafiliasi Bill Gates, Breakthrough Energy Ventures.

Sementara di Indonesia, para peneliti masih berusaha mencari solusi untuk meredam masalah lingkungan dari sawit. Misalnya, penelitian pemanfaatan limbah sawit untuk menjadi biohidrogen maupun bioetanol oleh peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Pencabutan izin yang dianggap basa-basi

Presiden Joko Widodo mengumumkan telah mencabut sekitar 2.078 izin usaha dari sektor perkebunan kelapa sawit, kehutanan, dan pertambangan. Pencabutan disebabkan oleh pemegang izin yang menelantarkan konsesinya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan, 137 izin sawit yang dicabut selama 2015-2021 menguasai 1,7 juta hektare lahan – setara 25 kali luas wilayah Singapura. Sekitar 1,4 juta di antaranya (87 izin), berada di Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Tengah.

Sedangkan 38 izin kehutanan yang dicabut menguasai lahan 1,32 juta ha atau setara 18 kali luas wilayah Singapura. Sebagian besar di antaranya berada di Aceh, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua.

Pengumuman itu disambut sejumlah aktivis dengan skeptis. Menurut Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), pencabutan izin hanyalah kedok bagi pemerintah untuk memberikan konsesi tambahan bagi korporasi besar di sektor ekstraktif. Perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan pejabat pemerintahan itu dianggap bertanggung jawab atas sejumlah persoalan seperti pengusiran kaum adat, lubang tambang, dan tumpang tindih kawasan hutan.

Sekilas riset

Riset terbaru dari peneliti Conservation International dan tim menganalisis dampak kebijakan pelarangan minyak sawit Uni Eropa terhadap laju deforestasi di Indonesia. Hasilnya, kebijakan tersebut masih jauh dari cukup untuk menghambat laju deforestasi akibat industri sawit. Negara Eropa diminta berperan langsung meredam deforestasi dengan peran langsung seperti pendanaan karbon.

Studi ini terbit dalam Environmental Research Letters.

-

Nantikan hasil kurasi isu-isu lainnya oleh editor The Conversation Indonesia yang dikirim langsung ke surelmu setiap hari.

Salam lestari!

Robby Irfany Maqoma

Editor Lingkungan

Lingkungan