The Conversation

Halo, pembaca! Semoga selalu dalam keadaan sehat.

Kembali lagi dalam Nawala TCID. Hari ini, saya Robby Irfany Maqoma – Editor Lingkungan The Conversation Indonesia, akan berbagi sorotan kabar serta analisis teranyar seputar isu lingkungan di Indonesia dan mancanegara.

Sebelumnya, bantu kami kenali karakter pembaca The Conversation di Indonesia

Pembaca, The Conversation sudah terbit dengan berbagai edisi di sejumlah negara. Kami bermitra dengan para akademikus dan lembaga penelitian untuk memperluas hasil penelitian dan analisis kredibel seputar isu-isu terkini.

Kami meminta waktunya untuk mengisi survei pembaca The Conversation Indonesia. Dengan mengetahui demografi pembaca terkini, kami harap bisa lebih meningkatkan kualitas artikel-artikel yang ada di The Conversation Indonesia sehingga dapat dikonsumsi serta berdampak bagi kalangan yang lebih luas lagi.

Survei dapat diisi (maupun disebarluaskan) di tautan ini.

Terima kasih!

Target mepet sapi ramah lingkungan

Presiden Joko Widodo mengesahkan target baru Indonesia dalam memangkas emisi gas rumah kaca hingga delapan tahun ke depan. Khusus sektor peternakan, emisi akan dikurangi melalui dua strategi: pemanfaatan kotoran hewan ternak menjadi bahan bakar biogas. memanfaatkan kotoran dari 249.000 sapi untuk produksi biogas.

Pemenuhan target ini membutuhkan penyediaan 62.250 unit biodigester untuk mengolah kotoran 249.000 ekor sapi. Sementara, saat ini Indonesia baru berhasil mengolah kotoran sapi dari 25 ribu biodigester.

Sedangkan strategi kedua adalah pemberian pakan suplemen untuk mengurangi gas metana dari sistem pencernaan ruminansia (hewan ternak seperti sapi, kerbau, domba, dan kambing.) Strategi ini ditunjang oleh rencana pemerintah memberikan pakan suplemen kepada sekitar 8,07 juta ekor ruminansia hingga 2030.

Namun, pemenuhan target ini bisa tak seindah rencananya. Menurut peneliti sektor peternakan dari Wageningen University, Titis Apdini, ada lima tantangan yang harus dihadapi pemerintah agar peternakan Indonesia bisa rendah emisi.

Simak analisis Titis selengkapnya di tautan ini

Resep jitu meredam emisi PLTU

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai kondisi bebas emisi (net zero emission) pada 2060 atau lebih awal dengan mempercepat penghentian operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berusia tua.

Masalahnya, kebanyakan PLTU yang beroperasi saat ini berusia muda, rata-rata di bawah 11 tahun. Ada pula PLTU yang sedang dibangun dengan kapasitas total 10.519 MW.

Pemerintah Indonesia tak mungkin menutup PLTU yang baru beroperasi begitu saja, karena dapat menjadi bumerang bagi iklim investasi energi di tanah air. Apalagi, ekspansi listrik energi terbarukan kita belum se-agresif yang diharapkan.

Sebagai solusi, peneliti senior Institute of Essential Service Reform, Raditya Yudha Wiranegara, mengusulkan pemerintah menerapkan pola operasi fleksibel untuk PLTU. Artinya, PLTU tak lagi menjadi penopang utama sistem kelistrikan, melainkan hanya beroperasi di waktu-waktu tertentu saja.

Berkaca dari penerapan metode ini di India dan Jerman, Raditya menganggap opsi ini amat memungkinkan. Ia membuktikannya melalui analisis pada PLTU di Sulawesi.

Pola operasi ini dianggap Raditya bisa mengurangi emisi dari pembakaran batu bara secara signifikan, asalkan pasokan listrik penggantinya berasal dari sumber energi terbarukan.

Simak uraian selengkapnya soal PLTU fleksibel di sini.

Petaka lingkungan di Gaza akibat invasi Israel

Selama bertahun-tahun, petani lokal di Gaza sudah mahir menumbuhkan zaitun, kurma, sitrus, anggur, dan baladi (kacang-kacangan lokal yang kaya nutrisi) di tanah berpasir untuk memenuhi kebutuhan pangan warga Palestina.

Namun, semua berubah saat Israel menyerang.

Para petani dipaksa menerapkan pertanian urban, memakai bibit impor dan pupuk kimia agar harga komoditas pertanian dapat bersaing dengan produk impor – yang juga berasal dari Israel.

Serangan Israel bahkan turut menghancurkan infrastruktur air bersih, energi, dan sanitasi yang memperburuk kehidupan warga gaza.

Jika serangan ini berlanjut, kawasan Gaza diprediksi menjadi kota mati – alias tidak bisa dihuni mahluk hidup.

Bagaimana sebenarnya pola serangan Israel yang seakan membuat kawasan Gaza mati perlahan? Simak hasil penelitian yang dilakukan oleh Georgina McAllister dari Coventry University, terbit di The Conversation.

-

Nantikan hasil kurasi isu-isu lainnya oleh editor The Conversation Indonesia yang dikirim langsung ke surelmu setiap hari.

Salam lestari!

Robby Irfany Maqoma

Editor Lingkungan

Budaya