The Conversation

Halo Sobat TCID,

Baru-baru ini, Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan daftar nama 20 besar calon pimpinan lembaga antirasuah yang lolos tahap penilaian profil.

Sayangnya, dari daftar nama yang diloloskan tersebut, terdapat kandidat dengan rekam jejak bermasalah. Misalnya, Johanis Tanak dan Pahala Nainggolan, yang sebelumnya pernah dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik. Sebaliknya, sejumlah nama yang terkenal berintegritas, justru tidak lolos.

Selain adanya figur-figur bermasalah, deretan nama kandidat yang diloloskan Pansel KPK juga didominasi oleh calon dari aparat penegak hukum, terutama dari kepolisian dan kejaksaan. Dari total 20 orang kandidat calon Komisioner KPK, sembilan orang di antaranya berasal dari klaster penegak hukum, baik aktif maupun purna tugas.

Komposisi ini ditengarai bisa menimbulkan konflik kepentingan saat penanganan perkara yang melibatkan petinggi dari lembaga tersebut nantinya. Kekhawatiran ini tentunya bukan tanpa alasan jika mengingat peristiwa perusakan “buku merah” yang pernah terjadi pada 2017 silam.

Menimbang beberapa catatan di atas, tak heran jika sejumlah kalangan mempertanyakan objektivitas panitia dalam proses seleksi calon pimpinan KPK. Penilaian rekam jejak kandidat semestinya berbasis indikator integritas, kemampuan, dan keberpihakan pada agenda pemberantasan korupsi.

Pansel sepatutnya membuka telinga akan kritik masyarakat sebelum memilih sepuluh nama untuk disampaikan ke presiden, lalu diajukan ke DPR. Pansel juga seharusnya tak mengejar target untuk menyetor nama sebelum pergantian presiden. Toh, masa jabatan pimpinan KPK saat ini baru berakhir pada Desember 2024.

Jangan sampai pemilihan calon yang serampangan mengakibatkan agenda pemberantasan korupsi semakin mundur ke belakang. Runtuhnya integritas pimpinan KPK di era Firli Bahuri semestinya sudah cukup menjadi pelajaran.

Jika kejadian serupa berulang, maka kita pantas bertanya, apakah Pansel sedang menyeleksi calon pimpinan atau ‘calon titipan’ untuk menjadi alat politik rezim ke depan.

Salam.

Sobat pembaca, mari bantu kami untuk mengisi survei media sosial supaya kamu terus mendapatkan konten yang menarik dan relevan dari kami.

Dewi N. Piliang

Science + Technology Editor

spixel/Shutterstock

Mengapa korupsi masih marak terjadi?

Adrian Azhar Wijanarko, Paramadina University

Ada banyak hal yang menyebabkan korupsi masih marak terjadi di Indonesia. Lemahnya penegakan hukum dan nihilnya komitmen dari pemimpin instansi untuk memberantas korupsi, menjadi salah satu penyebab. Kasus mantan ketua KPK Firli Bahuri yang dinyatakan melanggar etik ketika menangani kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjadi contoh nyata bagaimana pucuk pimpinan lembaga antirasuah pun terjerumus ke dalam lingkaran korupsi. Komitmen pemimpin yang berintegritas menjadi syarat mutlak untuk melakukan perubahan dalam mengawal agenda pemberantasan korupsi.

Mast Irham/EPA

Upaya pelemahan KPK telah berlangsung lebih dari satu dekade

Antoni Putra, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)

Revisi UU KPK pada akhir 2019 lalu menjadi klimaks dari upaya pelemahan lembaga antirasuah yang sudah berlangsung lebih dari satu dekade. Sejak KPK dibentuk, upaya untuk mengebiri kewenangannya melalui revisi UU KPK terus digagas. Delapan kali usulan perubahan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kandas karena penolakan keras dari publik dan juga DPR yang tidak satu suara dengan pemerintah. Upaya revisi UU KPK akhirnya 'gol' di masa pemerintahan Presiden Jokowi dan didukung oleh koalisi mayoritas di DPR. Sejak saat itu, upaya pelemahan KPK terus berlangsung sampai detik ini.

Dedi Sinuhaji/EPA

Reformasi sampai di sini: Jokowi robohkan warisan demokrasi Indonesia

Tim Lindsey, The University of Melbourne

Presiden Jokowi pertama kali terpilih karena dipandang sebagai orang luar yang bersih dan tidak termasuk dalam elite politik. Namun, dialah yang membiarkan KPK–sebuah lembaga kunci dalam sistem pemerintahan demokratis yang lahir dari semangat reformasi pasca Orde Baru–dihancurkan. Jokowi tetap bergeming saat masyarakat sipil dan pengunjuk rasa jalanan mendesaknya untuk mengeluarkan keputusan darurat dan mencabut undang-undang KPK yang baru. Ia juga menyetujui pencalonan Firli Bahuri yang memiliki rekam jejak bermasalah dan diduga terlibat dalam beberapa pelanggaran etika selama bertugas di KPK. Kini, Firli terbukti kembali tersangkut kasus dan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dalam penanganan perkara korupsi.

Kesehatan

Sains + Teknologi

Pendidikan + Budaya

  • Dokter juga manusia: pendidikan dokter spesialis perlu pendekatan humanis

    Anggi Afriansyah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Angga Sisca Rahadian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Rahmat Saleh, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

    Kasus perundungan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menegaskan pentingnya pendekatan humanis dalam pendidikan dokter spesialis.

  • Riset: peran ibu dalam pembelajaran anak di masa pandemi krusial, tapi sering diabaikan

    Wongso adi saputra, Eötvös Loránd University; Anne Keary, Monash University; Gary Bonar, Monash University; Nasmilah, Universitas Hasanuddin; Sitti Sahraeny, Universitas Hasanuddin; Yeni Karlina, Monash University

    Riset di Gowa menunjukkan bahwa ibu-ibu dengan pendidikan dan akses teknologi terbatas berperan penting dalam pendidikan anak-anak mereka semasa pandemi COVID-19.

Ekonomi

Lingkungan

Isu Anak Muda

  • Mengapa kita bisa kecanduan Netflix?

    Imam Salehudin, Universitas Indonesia

    Penelitian terkait flow dan enjoyment menyoroti bahaya kecanduan platform digital, yang didorong oleh strategi pemasaran untuk membuat penonton kecanduan.