The Conversation

Halo Sobat TCID,

Pada 30 September kemarin, kita kembali memperingati “September Hitam”, bulan kelam berisi daftar tragedi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu. Ini sekaligus menandai peristiwa G30S/PKI yang hampir menginjak enam dekade. Namun, utang negara kepada rakyat Indonesia tak kunjung lunas.

Joko “Jokowi” Widodo kerap mengobral janji soal penyelesaian kasus HAM selama 10 tahun terakhir, tetapi tak pernah ada titik terang terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM hingga kurang dari sebulan lagi ia akan meninggalkan kursi kepresidenan. Pun, belum ada pemberian hak perlindungan dan pemulihan yang menyeluruh terhadap keluarga korban.

Jokowi paling santer telah mengakui dan meminta maaf atas 12 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, termasuk Peristiwa 1965-1966, Tragedi Wasior, Papua 2001-2002, Tragedi Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, hingga peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003. Dirinya juga membentuk Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM) guna memenuhi hak korban dan ahli waris. Namun, tidak ada satu pun kasus yang diselesaikan secara menyeluruh dan memberikan keadilan bagi para korban dan keluarganya.

Pemerintah bahkan belum mengakui dan mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM berat lainnya, seperti Tanjung Priok 1984, pembunuhan Munir 2004, hingga peristiwa Paniai 2014. Alih-alih menyelesaikan masalah HAM yang mangkrak, rezim Jokowi justru menambah sebanyak 1.675 dugaan pelanggaran HAM terkait konflik agraria dan sumber daya alam sepanjang 2021-2023, ini belum termasuk sektor lainnya.

Padahal, saat periode kedua menjabat, Jokowi berkomitmen agar pelanggaran HAM berat tidak terjadi di masa mendatang. Meski begitu, kita tidak perlu kaget dengan anomali ini.

Sebab, keseriusan negara dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan mencegah keberulangan, bisa dilihat dari keberanian pemerintah dalam menyelidiki dan mengadili semua individu yang terlibat pelanggaran HAM.

Jika seorang Prabowo Subianto saja–yang terlibat pelanggaran HAM lewat Operasi Seroja di Timor Leste 1975-1986 dan penghilangan paksa aktivis reformasi 1998–didukung penuh sebagai presiden oleh pemerintahan saat ini, maka jangan pernah bermimpi akan ada titik terang soal keadilan penyelesaian kasus HAM di Indonesia selama beberapa tahun mendatang.

Sebagai penutup, kami ingin mengingatkan Sobat TCID bahwa The Conversation Indonesia tengah menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo. Serial ini mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Jokowi–termasuk rekam jejak penegakan HAM selama masa jabatannya–sekaligus untuk menjadi bekal Prabowo-Gibran dalam menjalankan tugasnya. Klik di sini jika kamu adalah akademisi atau peneliti yang tertarik mengawal transisi kepresidenan sebagai penulis #PantauPrabowo, hasil kolaborasi bersama jejaring TCID Author Network.

Salam.

Ubud Writers & Readers Festival kembali hadir dengan edisi ke-21 pada tanggal 23-27 Oktober 2024, mengangkat tema Satyam Vada Dharmam Chara: Speak the Truth, Practice Kindness. Diselenggarakan di tengah keindahan Ubud, perayaan sastra tahunan ini menjanjikan sebuah festival yang benar-benar magis. Jangan lewatkan deretan pembicara yang menampilkan penulis, jurnalis, seniman, akademisi, dan aktivis terkemuka Indonesia dan internasional, mulai dari Amitav Ghosh, Maria Ressa, Soesilo Toer, Dee Lestari, Ben Bland, Lola Amaria, Annisa Beta, Geger Riyanto, Andreas Harsono, dan banyak lagi. Bergabunglah dengan kami dan jadilah bagian dari salah satu festival paling dirayakan di dunia! Tiket dijual di ubudwritersfestival.com/tickets.

Aditya Prasanda

Health Editor

Aksi di depan Istana Negara menuntut pengusutan pelanggaran HAM. Yudhi Mahatma/Antara Foto

Pakar menjawab: mengapa pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia sulit diselesaikan

Nurul Fitri Ramadhani, The Conversation

Sejumlah pakar hukum dan HAM mengungkapkan alasan sulit diselesaikannya kasus pelanggaran HAM maupun pemenuhan keadilan bagi para korban di Indonesia. Salah satunya, menurut Ogiandhafiz Juanda, Dosen Hukum Internasional dan Keadilan Global dari Universitas Nasional adalah tidak memadainya penegakan aturan yang ada saat ini. Hal ini termasuk soal tidak berjalannya proses peradilan mengenai kompensasi dan restitusi sehingga menghambat proses pemulihan bagi para korban pelanggaran HAM berat.

Presiden Joko Widodo (kanan) duduk bersama Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di lapangan upacara Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Hafidz Mubarak A/Antara Foto

Rapor merah reformasi hukum peradilan pidana Jokowi, PR untuk Prabowo

Dio Ashar Wicaksana, Australian National University; Gladys Nadya Arianto, Indonesia Judicial Research Society ; Putri K. Amanda, PUSKAPA

Pemerintahan Jokowi mencatatkan rapor merah reformasi hukum dan peradilan pidana. Berbagai kritik terhadap lemahnya upaya reformasi sistem peradilan pidana di masa Jokowi–yang dapat menjadi acuan bagi masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi reformasi peradilan dalam memantau kinerja pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo bisa disimak melalui tulisan ini.

Aksi Kamisan ke-759 di seberang Istana Merdeka, Jakarta. Rivan Awal Lingga/Antara Foto

Panel Ahli: pemerintah akui pelanggaran HAM berat masa lalu, belum cukup tanpa tanggung jawab hukum

Nurul Fitri Ramadhani, The Conversation

Dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM, pengakuan bersalah dan permintaan maaf saja tidaklah cukup. Sejumlah pakar mengungkapkan proses hukum harus terus berjalan dan para pelaku yang terlibat harus tetap menjalani peradilan. Ari Pramuditya, Peneliti Amnesty International Indonesia, mengungkapkan bahwa proses penyelidikan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan HAM merupakan syarat utama pengusutan tuntas pelanggaran yang berguna untuk mencegah keberulangan.

Politik + Masyarakat

Kesehatan

  • Riset: polusi udara dan suara berisiko pengaruhi kemampuan reproduksi

    Amy L. Winship, Monash University; Mark Green, The University of Melbourne

    Penelitian berskala besar menemukan bahwa paparan polusi udara berisiko tinggi menyebabkan ketidaksuburan pada laki-laki dan kebisingan lalu lintas berisko timbulkan ketidaksuburan pada perempuan.

  • Penemuan kasus TB di Indonesia meningkat drastis: pemerintah harus segera lakukan ini

    Ronny Soviandhi, Universitas Gadjah Mada ; Ari Probandari, Universitas Sebelas Maret

    Indonesia mampu meningkatkan penemuan kasus baru TB sebesar 90% dalam dua tahun terakhir. Namun, pemerintah perlu cekatan melakukan langkah strategis agar temuan ini tidak sia-sia.

  • Manfaat bekerja untuk lansia: bisakah dirasakan pekerja Indonesia?

    Stephani Dwiyanti, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya ; Cecilia Alberta, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya ; Linda Suryakusuma, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

    Beberapa penelitian menemukan manfaat bekerja untuk lansia. Namun, bisakah pekerja lansia Indonesia merasakannya di tengah jerat kemiskinan dan nihilnya jaminan sosial?

  • Mengapa perempuan menikah di Indonesia harus berani bernegosiasi seksual?

    Marya Yenita Sitohang, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Riza Fatma Arifa., S.Si., M.Si, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

    Kemampuan negosiasi seksual penting untuk dimiliki perempuan menikah di Indonesia. Hal ini bisa membantu perempuan terhindar dari hal-hal yang mengancam kesehatan dan keselamatan mereka.

  • Angka kematian ibu dan bayi di Papua tertinggi se-Indonesia: bagaimana cara mengatasinya?

    Mochammad Wahyu Ghani, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Puji Hastuti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Widayatun, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Yuly Astuti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Zainal Fatoni, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

    Angka kematian ibu dan bayi di Papua jauh melebihi rata-rata nasional. Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini?

Sains + Teknologi

Ekonomi

Pendidikan + Budaya

Lingkungan

Isu Anak Muda

Ask the Expert