Halo pembaca yang budiman,

Semoga Anda selalu sehat dan tetap menjalankan protokol COVID-19 saat beraktifitas di luar rumah.

Kali saya menyarikan berita menarik tentang riset calon obat COVID-19 dari Universitas Airlangga yang diklaim sebagai "obat baru".

Riset untuk uji klinik calon obat memiliki standar dan prosedur ilmiah yang ketat dan harus terbuka dan transparan sejak awal hingga keluar hasilnya. Aturan ini berlaku pada setiap uji klinik, siapa pun yang membiayai riset tersebut, apalagi untuk sebuah penyakit baru COVID-19 yang belum banyak dipahami seluk-beluknya oleh komunitas ilmuwan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan publikasi ilmiah uji klinik merupakan suatu kewajiban ilmiah, moral dan etika. Hasil riset harus melalui proses telaah sejawat (peer-review) sebelum diumumkan ke publik.

Dengan demikian keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia bahwa hasil uji klinik calon obat COVID-19 dari Universitas Airlangga belum valid itu sangat masuk akal. Riset ini hasil kerja sama dengan Badan Intelijen Negara dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Klaim dari Unair bahwa itu “obat baru” dan cukup menjanjikan tidak memiliki pijakan yang kuat.

Sampai saat ini, hasil riset tersebut belum dipublikasikan di jurnal ilmiah mana pun. Satu-satunya sumber informasi, selain konferensi pers, ihwal detail proses dan hasil penelitian obat COVID-19 hanya bisa diakses dalam bentuk presentasi singkat di situs TNI AD. Slide presentasi ini tidak memuat dengan detail elemen-elemen mendasar dalam uji klinik. Informasi dasar uji klinik, misalnya, tidak dijelaskan secara memadai dan metode pengacakannya juga tidak jelas.

Kita perlu mengapresiasi BPOM yang tetap konsisten berpegang teguh pada standar sains walau riset itu melibatkan dan didukung oleh Badan Intelijen Negara dan TNI AD.

Lembaga riset dan asosiasi ilmuwan serta regulator perlu memastikan bahwa setiap calon obat COVID-19, juga obat lainnya, harus melalui proses riset yang kredibel, transparan dan akuntabel, sesuai standar ilmiah. Sebab, taruhannya adalah nyawa banyak orang yang menggunakan obat tersebut.

Ahmad Nurhasim

Editor Sains + Kesehatan, Kepala Divisi Training

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito (kedua kiri) menyatakan hasil uji klinik tahap tiga obat kombinasi baru untuk COVID-19 dari Universitas Airlangga, TNI AD, dan Badan Intelijen Negara belum valid, Jakarta, 19 Agustus 2020. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.

7 persoalan serius dalam uji klinik calon obat COVID-19 dari riset Unair, BIN, dan TNI AD

Teguh Haryo Sasongko, Perdana University

Untuk menghindari kesalahan serupa, universitas dan pihak yang bekerja sama harus mengikuti proses ilmiah standar sehingga dapat menjamin akuntabilitas penggunaan dana publik untuk riset.

Kesehatan

In English