|
|
Selamat siang pembaca,
Semoga Anda selalu sehat dan lancar aktivitasnya di tengah pandemi COVID-19.
Pemerintah Indonesia berencana melakukan vaksinasi massal untuk mencegah penularan virus corona pada awal November. Ini maju sebulan lebih awal dibanding pernyataan pemerintah sebelumnya bahwa vaksinasi akan dimulai Desember. Tak tanggung-tanggung, pemerintah akan mendatangkan lebih dari 6 juta dosis vaksin (atau calon vaksin) COVID-19 dari Cina untuk imunisasi petugas kesehatan dan kelompok
berisiko lainnya.
Sepanjang vaksinnya telah direkomendasikan WHO dan dinyatakan aman dan efektif meningkatkan kekebalan dalam jangka panjang, vaksinasi bagus meningkatkan kekebalan masyarakat dari serangan infeksi virus corona. Masalahnya, tiga calon vaksin (Sinovac, CanSino, dan G42/Sinopharm) terkait Indonesia dan yang didatangkan dari Cina itu belum lolos atau selesai uji klinis tahap III. Ini tahap akhir untuk menentukan keamanan dan keampuhan vaksin sebelum diproduksi massal untuk masyarakat. Dari data registrasi uji coba klinik cukup jelas bahwa vaksin yang dipesan pemerintah Indonesia paling cepat baru Januari 2021 akan ada laporan tahap awal da risetnya lengkapnya selesai paling cepat September 2021.
Di seluruh dunia, kini ada sekitar 30 calon vaksin yang sedang memasuki tahap uji klinik. Delapan di antaranya telah memasuki uji klinik tahap tiga. Organisasi Kesehatan Dunia baru menyatakan hasil uji klinik ini paling cepat akan diketahui akhir tahun ini atau awal tahun depan. Apakah cukup aman dan ampuh atau tidak untuk melindungi masyarakat. Jika hasil uji itu hasilnya aman dan ampuh, regulator vaksin akan meminta data tersebut dan membuat keputusan untuk menyetujuinya. Setelah itu, vaksin baru diproduksi massal untuk masyarakat. Dengan demikian, vaksin yang aman itu mungkin tersedia pertengahan tahun depan. Sekali lagi itu baru
perkiraan.
Adapun vaksin atau calon vaksin yang akan tiba di Indonesia merupakan jenis calon vaksin yang baru memperoleh izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari pemerintah Cina. Calon vaksin digunakan untuk tentara dan petugas kesehatan di sana. Karena itu benar saat epidemiolog menyatakan tiga vaksin yang dibeli pemerintah itu sebenarnya baru “bakal vaksin” yang belum tentu aman dan efektif. Jika benar itu yang terjadi, sekali lagi pemerintah kurang hati-hati dalam mengambil keputusan untuk membelanjakan dana triliunan rupiah untuk sebuah produk yang level keamanan dan keefektifannya belum benar-benar teruji.
Dengan prinsip kehati-hatian dan kemanan, perusahaan vaksin AS Johnson & Johnson menghentikan sementara uji klinik tahap tiga calon vaksin karena terjadi “penyakit yang tidak bisa dijelaskan” pada relawan yang ikut uji klinik. Pesannya cukup jelas, kebijakan politik vaksinasi seharusnya berdasar sains yang sudah terbukti. Bukan hanya mempertimbangkan calon vaksin yang cepat tersedia, tapi yang lebih penting adalah keamanan dan dan keampuhan vaksin untuk meningkatkan daya kebal masyarakat.
|
Ahmad Nurhasim
Editor Sains + Kesehatan, Kepala Divisi Training
|
|
|
Petugas kesehatan dan penggali kuburan memakamkan jenazah dengan protokol kesehatan COVID-19, di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tengku Mahmud Palas, Kota Pekanbaru, Riau, 4 September 2020.
ANTARA FOTO/FB Anggoro/hp.
Nurhayati, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara; Tri Bayu Purnama, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Selain mengedukasi masyarakat, Dinas Kesehatan harus juga mengedukasi ulama terlebih dulu tentang prosedur pemulasaraan jenazah yang terpapar COVID-19.
|
Kesehatan
|
-
Lucy van Dorp, UCL
Meski perubahan adaptif mungkin belum terjadi, semua data yang tersedia pada tahap ini menunjukkan bahwa kita menghadapi virus yang sama sejak awal pandemi.
-
Teguh Haryo Sasongko, Perdana University
Dalam riset obat, prinsip altruisme sangat kental dalam memutuskan keikutsertaan peserta uji klinik. Prinsip ini menggariskan adanya kemauan untuk berkorban dan berbuat baik untuk sesama.
-
Peter Francis, Leeds Beckett University
Sepatu yang nyaman membuat kaki dan jari kaki lebih sedikit bergerak.
-
Belinda Rina Marie Spagnoletti, University of Melbourne; Ardhina Ramania, Universitas Gadjah Mada ; Hanum Atikasari, University of Melbourne; Linda Rae Bennett, University of Melbourne
Meski waktu berakhirnya pandemi tidak dapat diprediksi, kita perlu mendorong dan mendukung pasien dengan kanker progresif untuk tetap mendapatkan terapi yang diperlukan.
-
Jonatan A Lassa, Charles Darwin University; Ermi Ndoen, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang; Rudi Rohi, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang; Victoria Fanggidae, University of Melbourne
Pandemi bisa memperparah gesekan dan tegangan di antar wilayah - terutama ketika perbedaan politik dan konflik sudah ada sebelumnya.
|
|
In English
|
-
Yohanes Sulaiman, Universitas Jendral Achmad Yani
A logical fallacy presents in the analysis on parties who were involved with 1965 case.
-
Yohanes Sulaiman, Universitas Jendral Achmad Yani
The government's decision not to delay the elections is driven mostly by economic reasons, though political factors also come into play.
-
Dasapta Erwin Irawan, Institut Teknologi Bandung; Bambang Priadi; Lusy Tunik Muharlisiani, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya; Sandersan Onie, Black Dog Institute; Zulidyana Dwi Rusnalasari, Universitas Negeri Surabaya
Indonesia has seen progress in open research ecosystem development. More needs to be done.
-
Muhammad Zulfikar Rakhmat, Universitas Islam Indonesia (UII)
The agreement marks a key milestone in strengthening bilateral financial cooperation between the world's largest exporter, China, and Southeast Asia's largest economy, Indonesia.
-
Jonatan A Lassa, Charles Darwin University; Ermi Ndoen, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang; Rudi Rohi, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang; Victoria Fanggidae, University of Melbourne
A pandemic can amplify friction and tension between jurisdictions – especially when there are political differences and existing conflict.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|