Halo Pembaca,

Semoga Anda selalu sehat dan lancar aktivitasnya di tengah pandemi.

Pemerintah Indonesia lebih senang mengutak-atik istilah “kebijakan pembatasan gerak masyarakat” ketimbang serius meningkatkan pelacakan dan pengetesan COVID-19 di masyarakat. Faktanya, apapun istilahnya tidak punya pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kasus COVID-19. Seolah-olah bila istilah kebijakannya diubah, virus berhenti menginfeksi penduduk.

Awalnya, tahun lalu, pemerintah mengunakan istilah Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) di sejumlah kota, lalu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Pulau Jawa dan Bali, pada Januari dan kini PPKM Mikro untuk level desa dan kelurahan. Apa yang didapat? Dalam setahun terakhir, angka kasus harian secara umum terus meningkat.

Waktu adalah kunci pengendalian virus di negara-negara yang berhasil. Makin cepat sebuah negara melacak dan mengisolasi orang-orang yang terinfeksi COVID-19, maka masyarakat bisa diselamatkan dari ancaman infeksi massal. Jika dua hal itu lemah, maka virus itu akan makin menyebar karena mayoritas pengidap virus adalah orang-orang tidak bergejala.

Masalahnya, justru pada titik itulah Indonesia cukup lemah. Petugas pelacak COVID-19 di Indonesia hanya sekitar 5.000 orang, dengan 1.600 di antaranya di Jakarta. Bukannya meningkatkan jumlah tes, pemerintah justru menurunkan jumlah tes PCR sejak awal Februari.

Ketimbang sibuk mengatik-atik istilah yang tidak substansial, lebih baik pemerintah segera meningkatkan petugas pelacak dan jumlah pengetesan untuk mendeteksi orang-orang yang terinfeksi COVID-19. Agar rantai penularan bisa dipangkas. 

Kini sebuah tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada berhasil membuat sebuah alat screening virus corona, GeNose C19, yang level sensivitasnya sebanding dengan tes PCR. Alat ini mulai bulan ini telah dipakai untuk screening di berbagai terminal dan stasiun. Bagamana alat ini bekerja? Silahkan Anda baca di sini. 

 

Ahmad Nurhasim

Editor Sains + Kesehatan, Kepala Divisi Training

Calon penumpang kereta api melakukan tes deteksi COVID-19 dengan tes GeNose C19 di Stasiun Pasar Turi, Surabaya, 15 Februari 2021. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/rwa

Riset: GeNose C19, hidung elekronik pendeteksi virus corona sensitivitasnya sebanding tes PCR

Dian Kesumapramudya Nurputra, Universitas Gadjah Mada ; Kuwat Triyana, Universitas Gadjah Mada ; Teguh Haryo Sasongko, Perdana University

Dalam situasi pandemi yang tidak terkendali, strategi yang memberikan dampak besar adalah mendeteksi kasus positif sebanyak mungkin sehingga mereka dapat segera diisolasi.

Kesehatan

COVID-19

In English