|
|
Dear sobat TCID,
Teriknya matahari musim kemarau akhir-akhir ini diperparah dengan memanasnya manuver-manuver dari para aktor politik. Puncaknya adalah sikap DPR yang mengangkangi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilihan kepala daerah (PIlkada). Ulah mereka memicu peringatan darurat berlatar garuda biru dan tagar #demokrasidihabisi di media sosial.
Aktivisme digital ini melibatkan tidak hanya mahasiswa dan masyarakat sipil tapi juga pesohor media sosial (influencer). Influencer memang telah menjadi kekuatan penting dalam lanskap politik modern. Dengan basis pengikut loyal, mereka memiliki kemampuan untuk mencapai audiens dengan jangkauan yang luas sehingga memengaruhi opini publik. Influencer juga kerap dianggap sebagai bagian dari masyarakat umum, sehingga memberikan kesan mewakili kelompok “orang biasa.”
Sayangnya, influencer juga bisa dimanfaatkan untuk mengalihkan perhatian publik atau mengubah persepsi publik dalam situasi konflik. Sebab, banyak dari mereka yang berafiliasi dengan perusahaan atau organisasi politik tertentu sehingga rentan bias dan kepentingan. Tak heran, di tengah ramainya narasi untuk melakukan pembangkangan sipil, masih banyak influencer yang justru memilih bungkam atau tidak berpihak pada publik.
Kita memang tak boleh menelan mentah-mentah omongan influencer. Namun, mereka dapat berperan mendukung demokrasi yang sehat atau bahkan mempromosikan hak asasi manusia dan memberi dampak sosial yang membangun. Idealnya, terlepas dari kepentingan ekonomi yang ada, influencer benar-benar menunjukkan keberpihakannya pada publik alih-alih membingungkan—atau dalam banyak kasus menyesatkan—publik.
Salam,
|
|
Hayu Rahmitasari
Education & Culture Editor
|
|
Rawpixel.com/Shutterstock
Wawan Kurniawan, Universitas Indonesia
Melalui unggahan yang dirancang sedemikian rupa, influencer tidak hanya menyampaikan informasi tetapi juga mengekspresikan pendapat pribadi yang dapat memengaruhi pemikiran dan perilaku publik. Dalam konteks politik, hal ini bukan tanpa risiko. Selain persoalan bias dan konflik kepentingan, mengandalkan influencer dalam politik juga bisa membawa implikasi jangka panjang pada kualitas diskusi demokratis.
|
Saat ini, semakin banyak orang yang menjadi kreator konten. Namun, banyak konten yang diunggah justru kontroversial dan memicu polemik sosial.
(Unsplash/Steve Gale)
Puji Astuti, Universitas Negeri Semarang; Jayne C. Lammers, University of Rochester
Semakin banyak orang kini menjadi kreator konten. Namun, banyak konten yang diunggah justru kontroversial dan memicu polemik sosial. Konsep “kewarganegaraan digital” dalam berkarya bisa jadi solusi. Dengan konsep ini, kreator harus memperlebar perspektif mereka dalam menyajikan isu atau objek, memanusiakan setiap pihak yang terlibat dalam kontennya, serta menjadi pendukung atau pembela kepentingan masyarakat.
|
TikTok telah memfasilitasi pengunjuk rasa muda di Indonesia, Thailand, dan Myanmar dalam menyampaikan aspirasi mereka.
Franck/Unsplash
Nuurrianti Jalli, Northern State University
Aplikasi TikTok punya potensi besar untuk mendorong aktivitas politik di sebuah negara yang kebebasan berekspresinya dibatasi seperti di Asia Tenggara. Sebuah penelitian di Indonesia, Thailand, dan Myanmar menunjukkan bahwa TikTok memiliki peran dalam memfasilitasi penyebaran konten isu politik serta menyebarkannya ke para pengguna TikTok global terhadap apa yang sedang terjadi di wilayah ini.
|
Politik + Masyarakat
|
-
Sry Lestari Samosir, S.Pd., M.Sos, Universitas Negeri Medan
Beberapa minggu terakhir ini, media sosial dihebohkan dengan pemberitaan seorang selebritas Instagram (selebram) yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kabar ini terhitung mengejutkan. Sebab…
-
Robby Irfany Maqoma, The Conversation; Nurul Fitri Ramadhani, The Conversation
Pembangkangan sipil tak melanggar konstitusi, karena menjadi cara rakyat untuk melawan pembuat kebijakan yang terang-terangan menjadi pembangkang konstitusi.
-
Robby Irfany Maqoma, The Conversation; Nurul Fitri Ramadhani, The Conversation
Kekuasaan eksekutif dan legislatif telah berkomplot mengacak-acak konstitusi demi mengakomodasi kepentingan segelintir pihak yang tak mau kekuasaannya hilang.
|
|
Pendidikan + Budaya
|
-
Putu Sukma Kurniawan, Universitas Pendidikan Ganesha; Dasapta Erwin Irawan, Institut Teknologi Bandung
Praktik sains terbuka dapat berdampak secara langsung pada cara saintis (ilmuwan) berkomunikasi dengan masyarakat luas sehingga memperkuat literasi publik. Mengapa demikian?
-
Naomi Smith, University of the Sunshine Coast
Di antara kejenakaan Snoop Dogg, perenang yang terobsesi dengan muffin, dan penembak jitu paling keren di dunia, Olimpiade tahun ini menyuguhkan banyak sekali momen viral.
|
|
Isu Anak Muda
|
-
Muammar Syarif, The Conversation
Topik mengenai pernikahan sempat panas di media sosial beberapa waktu yang lalu. Kata kunci “Marriage Is Scary” sempat menjadi trending topic di X (dahulu twitter) selama beberapa hari. Tren ini dimulai…
|
|
Lingkungan
|
-
Achmad Hanif Imaduddin, Center of Economic and Law Studies (CELIOS)
Indeks ini sekaligus menunjukkan ketimpangan antardaerah dalam transisi energi.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|