Halo Pembaca,

Semoga Anda sehat dan lancar aktivitasnya.

Penyebaran penyakit cacar monyet (monkeypox) di berbagai negara telah melahirkan kecemasan baru setelah wabah hepatisis akut dan pandemi COVID-19 yang belum selesai. Hingga per 21 Mei, telah ditemukan 92 kasus cacar monyet terkonfirmasi yang tersebar di 12 negara (Eropa, Amerika Utara, dan Australia). Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa di negeri ini belum ditemukan kasus penyakit cacar monyet.

Cacar monyet bukan jenis penyakit baru. Kasus penyakit ini pada manusia pertama kali ditemukan pada 1970 di Republik Demokratik Congo (DRC). Dari sana, penyakit menyebar ke beberapa negara Afrika tengah dan barat dan kemudian menyebar ke luar Afrika melalui perjalanan internasional atau hewan impor. Di Amerika Serikat, kasus pertama ditemukan pada 2003, yang dikaitkan dengan pengiriman hewan dari Ghana.

Di Asia, Singapura merupakan negara pertama yang melaporkan kasus cacar monyet pada manusia pada 2019. Penyakit ini terdeteksi dari seorang warga Nigeria yang berkunjung ke negara tersebut dan positif membawa virus cacar monyet. Virus ini bisa menular melalui kontak dengan orang atau hewan yang terinfeksi atau permukaan benda yang terkontaminasi. Virus masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, terhirup atau selaput lendir di mata, hidung atau mulut. Penularan dari manusia ke manusia sebagian besar terjadi melalui tetesan droplet yang mengandung virus dan terhirup.

Di level individual, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan langkah pencegahan: hindari kontak dengan hewan sumber virus, terutama golongan rodensia dan primata; hindari kontak dengan bahan apapun seperti darah atau daging yang tidak dimasak dengan sempurna yang telah bersentuhan dengan hewan yang sakit; bersihkan tangan sabun setelah kontak dengan hewan atau orang terinfeksi.