The Conversation

Halo Pembaca,

Semoga Anda sehat dan lancar aktivitas.

Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat meluncurkan hasil riset Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada 31 Mei lalu, bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Survei per sepuluh tahun sekali ini menyampaikan kabar buruk bagi kesehatan masyarakat Indonesia: dalam 10 tahun terakhir jumlah perokok dewasa meningkat 8,8 juta orang. Dari 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada 2021.

Temuan lainnya adalah kenaikan prevalensi perokok elektronik hingga 10 kali lipat, dari 0,3% pada 2011 menjadi 3% pada 2021. Prevalensi perokok pasif naik menjadi 120 juta orang.

Angka-angka itu menggambarkan dengan jelas sisi lain: ini adalah bukti “keberhasilan” industri rokok dalam memasarkan dan mempromosikan rokok kepada masyarakat melalui berbagai cara, termasuk iklan, sponsorship, dan promosi di media massa, acara musik, dan olahraga. Jaringan pemasaran industri rokok juga menjual rokok ketengan dengan harga yang sangat terjangkau bagi kelompok miskin dan anak-anak. Rokok juga bebas diiklan di internet. Iklan merupakan upaya industri rokok untuk “menormalkan” rokok dan merokok.

Industri rokok leluasa memasarkan rokok karena lemahnya kebijakan pemerintah dalam 10 tahun terakhir. Misalnya, pemerintah belum merevisi Peraturan Pemerintah 109 Tahun 2012, untuk memperluas peringatan bergambar dari 40% ke 90% di bungkus rokok dan melarang iklan rokok di internet, walau sudah dibahas sejak 2018. Setelah 2012, tak ada kebijakan nasional yang signifikan terkait pengendalian tembakau kecuali kenaikan cukai rokok tahunan yang sebenarnya juga masih terlalu rendah untuk mengimbangi kenaikan pendapatan dan daya beli masyarakat.

Jika tren ini dibiarkan oleh pemerintah, maka sepuluh atau dua puluh tahun ke depan, beban kesehatan karena penyakit tidak menular (seperti kanker dan serangan jantung) akibat konsumsi rokok akan makin besar. Ini menjadi beban bagi pemerintah dan masyarakat.

Karena itu tak ada cara lain: pemerintah harus segera memperketat kebijakan pengendalian tembakau baik melalui regulasi nasional maupun meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau WHO yang menyediakan mekanisme yang lengkap untuk perang terhadap tembakau seperti larangan total iklan, promosi dan sponsor rokok di semua media.

Jika tak ada perubahan kebijakan yang pro pengendalian tembakau, Presiden Jokowi akan mewariskan rapor hitam terkait pengendalian tembakau. 

 

Ahmad Nurhasim

Editor Sains + Kesehatan

Rokok elekrik dipromosikan dan diiklankan lewat media sosial. Pexels/Ravi Kant

Riset: paparan iklan elektrik di media sosial terbukti mendorong penggunaannya di Indonesia

Dian Kusuma, Imperial College London; Abdillah Ahsan, Universitas Indonesia; Nurjanah, Universitas Dian Nuswantoro; Widya Ratna Wulan, Universitas Dian Nuswantoro

Rokok elektrik merupakan masalah kesehatan masyarakat global, termasuk di Indonesia yang masih belum memiliki pengendalian tembakau yang komprehensif.

Kesehatan

Sains + Teknologi

In English

  • Beyond research output, student well-being should be part of university quality indicators

    Ebba Ossiannilsson, Te Herenga Waka — Victoria University of Wellington; Muhammad Zuhdi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; Stephen Dobson, Te Herenga Waka — Victoria University of Wellington

    Students once might have been the main clients of higher education, but today communities, industries and the government demand the ear of the university.