The Conversation

Halo Sobat TCID,

Kaum muda Indonesia saat ini (didominasi oleh Gen-Z) dibebani oleh banyak hal. Mereka harus menghadapi dunia yang karut-marut, mulai dari ketidakstabilan politik lokal dan global, perang, perubahan iklim, hingga disrupsi teknologi.

Di saat bersamaan, pemerintah membebani mereka dengan jargon generasi penentu nasib bangsa: Indonesia emas 2045. Pada tahun tersebut, mereka akan berumur 33-48 tahun dan diproyeksikan menjadi “manusia unggul” penggerak roda ekonomi nasional di berbagai sektor.

Kita perlu berhati-hati menelaah narasi ini. Kenyataannya, pemerintah tidak benar-benar mempersiapkan infrastruktur dan sistem yang memadai untuk mengakomodasi kaum muda. Dalam konteks negara dan pasar, kaum muda hanya dieksploitasi sebagai objek pembangunan dan dilatih untuk mengikuti logika pasar, tanpa adanya upaya pemerintah mengatasi akar masalah sebenarnya.

Dampaknya, kaum muda menjadi tumbal kegagalan sistem kapitalisme dan ketidakmampuan negara dalam memberikan penghidupan yang layak. Kegagalan ini ditandai dengan sulitnya mencari pekerjaan, hingga normalisasi pekerjaan rentan seperti gig economy, freelance, dan hustle culture.

Belum lagi, generasi yang sejak lahir menjadi masyarakat digital ini rentan mengalami kelelahan emosional akibat berbagai “tekanan” di media sosial. Menurut sejumlah pakar, perpaduan kecemasan terhadap diri sendiri, situasi sekitar, dan minimnya kesempatan dalam bekerja bisa menyebabkan masalah mental.

Survei Kesehatan Mental Remaja Nasional (I-NAMHS) menunjukkan sebanyak satu dari tiga kaum muda Indonesia usia 10-17 tahun (sekitar 15,5 juta orang) mengalami gangguan mental (seperti kecemasan, gangguan perhatian, hiperaktivitas, dan depresi) dalam kurun 2021 - 2022.

Sayangnya, hanya 10,4% kaum muda yang mendapatkan pengobatan formal. Penyebabnya mulai dari keterbatasan akses layanan mental (harga mahal, tidak ada di daerah kecil) hingga ketakutan menerima stigma dari tenaga kesehatan.

Lagi-lagi, ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengakomodasi kebutuhan warganya.

Pemerintah harus segera berbenah. Alih-alih menjadikan kaum muda sebagai alat pengalih perhatian negara untuk lari dari tanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan struktural, kaum muda harus mendapatkan ruang sebagai warga negara yang utuh dan diakomodasi dengan segala kompleksitasnya.

Salam,

Aditya Prasanda

Health Editor

Kaum muda rentan mengalami masalah mental, tapi sangat sedikit yang ke psikolog. CGN089 / Shutterstock

1 dari 3 kaum muda rentan kena gangguan mental, tapi kenapa sedikit yang ke psikolog?

Hasna Fikriya, Universitas Gadjah Mada ; Firdaus Hafidz, Universitas Gadjah Mada

Satu dari tiga kaum muda Indonesia mengalami gangguan mental. Artikel ini mengulas sejumlah penyebabnya, mulai dari rasa skeptis dan malu mengunjungi profesional, hingga akses layanan mental yang terbatas.

Sejumlah pencari kerja mengajukan portofolio mereka untuk melamar pekerjaan pada sebuah acara Job Fair di Jakarta pada 20 Mei 2024. Wulandari Wulandari/Shutterstock

Dilema Zilenial: Disebut aset negara tetapi kesejahteraan ekonominya tak terjamin

Amalia N. Andini, Universitas Brawijaya

Negara kerap menyebut kaum muda sebagai aset bangsa. Namun, peneliti memaparkan bahwa mereka hanya dijadikan objek pembangunan untuk dieksploitasi oleh negara dan pasar.

Pengangguran muda Indonesia sebanyak 17,3%: Penciptaan lapangan kerja makin bermasalah?

Muammar Syarif, The Conversation

Tingkat pengangguran di kalangan anak muda Indonesia sangat tinggi, yaitu mencapai 17,3%. Akademisi dari Universitas Paramadina Adrian Azhar Wijanarko memaparkan penyebab peliknya persoalan lapangan kerja di Tanah Air dalam Suarakademia.

philip-taylor/flickr

Mengapa kaum muda kesulitan membeli rumah di Jakarta

Riza Yosia Sunindijo, UNSW Sydney; Dr Rotimi Boluwatife Abidoye, UNSW Sydney; Michael Adabre, Hong Kong Polytechnic University

Harga rumah tidak terjangkau dan pendapatan yang tidak mencukupi membuat kaum muda kesulitan membeli rumah di Jakarta. Pemerintah dan sektor swasta seharusnya bisa membantu kaum muda memiliki rumah lewat sejumlah cara.

Kesehatan

Ekonomi

Lingkungan

Pendidikan + Budaya

Politik + Masyarakat

In English

  • The story of MTV: The downfall of music disrupter

    Farhan Mutaqin, University of Edinburgh; Naufal Rafiansyah, University of Edinburgh

    MTV, once a phenomenon with the “video replaces radio” slogan, is now facing a crushing reality on how streaming has replaced video stars.

Upload Image

REGISTER NOW: bit.ly/CCPulitzerEps1